EVALUASI PEMBELAJARAN TES & NON TES dengan REVOLUSI INDUSTRI 4.0


PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara umum yang dimaksud dengan instrumen adalah suatu alat yang memenuhi persyaratan akademis, sehingga dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur suatu objek ukur atau mengumpulkan data mengenai suatu variable. Dalam bidang penelitian, instrumen diartikan sebagai alat untuk mengumpulkan data mengenai variabel-variabel penelitian untuk kebutuhan penelitian, sedangkan dalam bidang pendidikan instrumen digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa, faktor-faktor yang diduga mempunyai hubungan atau berpengaruh terhadap hasil belajar, perkembangan hasil belajar siswa, keberhasilan proses belajar mengajar guru, dan keberhasilan pencapaian suatu program tertentu.
Pada dasarnya instrumen dapat dibagi dua yaitu test dan non test. Berdasarkan bentuk atau jenisnya, test dibedakan menjadi test uraian dan obyektif, sedangkan non test terdiri dari observasi, wawancara (interview), angket (questionaire), pemeriksaan document (documentary analysis), dan Sosiometri. Instrumen yang berbentuk test bersifat performansi maksimum sedang instrumen non test bersifat performansi tipikal.
Di lain pihak, penggunaan non test untuk menilai hasil dan proses belajar masih sangat terbatas jika dibandingkan dengan penggunaan alat melalui tes dalam menilai hasil dan proses belajar. Padahal ada aspek-aspek yang tidak bisa terukur secara “real time” dengan hanya menggunakan test, seperti pada mata pelajaran matematika. Pada test siswa dapat menjawab dengan tepat saat diberi pertanyaan tentang langkah-langkah melukis sudut menggunakan jangka tanpa busur, tetapi waktu diminta melukis secara langsung dikertas atau papan tulis ternyata cara menggunakan jangka saja mereka tidak bisa. Jadi dengan menggunakan non test guru bisa menilai siswa secara komprehensif, bukan hanya dari aspek kognitif saja, tapi juga afektif dan psikomotornya.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah disebutkan diatas, maka diperlukan suatu langkah-langkah untuk penyusunan dan pengembangan baik test uraian maupun non test. Hal ini juga dapat digunakan untuk memperoleh test yang valid, sehingga hasil ukurnya dapat mencerminkan secara tepat hasil belajar atau prestasi belajar yang dicapai oleh masing-masing individu peserta tes setelah selesai mengikuti kegiatan pembelajaran.

B.   Pengertian Evaluasi
.                  Menurut Rusli Lutan (2000:22) evaluasi merupakan proses penentuan nilai atau kelayakan data yang terhimpun. Menurut Buana (www.fajar.co.id/news.php). Evaluasi adalah suatu kegiatan atau proses untuk menentukan nilai segala sesuatu dalam dunia pendidikan seperti program pendidikan termasuk perencanaan suatu program, substansi pendidikan seperti kurikulum, pengadaan dan peningkatan kemampuan guru, pengelolaan pendidikan, dan lain-lain.
Menurut Sridadi (2007) evaluasi : suatu proses yang dirancang secara sistematis dan terencana dalam rangka untuk membuat alternatif-alternatif keputusan atas dasar pengukuran dan penilaian yang telah dilakukan sebelumnya. Allen Philips (1979: 1-2) evaluation is a complex term that often is misused by both teachers and students. It involves making decicions or judgements about students based on the extent to which instructional objectives are achieved by them. (evaluasi adalah suatu istilah kompleks yang sering disalahgunakan oleh para guru dan para siswa. Evaluasi melibatkan pembuatan keputusan atau penghakiman tentang para siswa didasarkan pada tingkat sasaran hasil yang dicapai oleh mereka.
Daniel L. Stufflebeam dan Anthony J. Shinkfield (1985) evaluasi merupakan kegiatan membandingkan tujuan dengan hasil dan juga merupakan studi yang mengkombinasikan penampilan dengan suatu nilai tertentu.
Menurut Mehrens dan Lehman yang dikutip oleh Ngalim Purwanto (2006), evaluasi dalam arti luas adalah suatu proses merencanakan, memperoleh dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan
Evaluasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif dilakukan dengan maksud memantau sejauh manakah suatu proses pendidikan telah berjalan sebagaimana yang direncanakan.
Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan untuk mengetahui sejauh mana peserta didik telah dapat berpindah dari suatu unit pengajaran ke unit berikutnya.
Salah satu tugas utama pendidik yang sangat penting dilakukan adalah melakukan evaluasi. Evaluasi merupakan proses memperoleh informasi untuk membuat keputusan.
Keputusan yang berkenan dengan tugas pendidik dapat diidentifikasi menjadi empat tujuan, yakni keputusan untuk:
-          Mendukung pembelajaran dan merencanakan dan merencanakan pembelajaran baik bagi setiap anak maupun kelompok.
-          Mengidentifikasi jika ada anak yang berkebutuhan khusus
-          Menilai seberapa baik program yang telah dilakukan dalam mencapai tujuan
-          Pertanggungjawaban lembaga yang disampaikan baik kepada orangtua maupun kepada pihak-pihak terkait.
Evaluasi yang ditujukan untuk membuat keputusan dalam mendukung pembelajaran anak merupakan kegiatan terpenting bagi pendidik. Melalui evaluasi pendidik mendapatkan informasi yang berguna tentang kondisi dan kemajuan perkembangan anak. Langkah pertama dalam melakukan evaluasi adalah mengumpulkan fakta-fakta. Salah satu cara yang paling efektif adalah melalui observasi yang terus menerus kepada anak.
Observasi bukan berarti hanya sekedar mengamati apa yang dilakukan anak, namun juga mendengarkan apa yang mereka sampaikan. Cara lainnya adalah mengumpulkan karya anak dan menempatkannya dalam portofolio setiap anak. Setelah data dikumpulkan, langkah selanjutnya adalah menganalisis dan menggunakannya untuk mendukung perkembangan dan proses pembelajaran anak. Dengan demikian, pengertian perkembangan dapat disimpulkan sebagai proses pengumpulan, penganalisisan, penafsiran, dan pemberian keputusan tentang data perkembangan dan proses pembelajaran anak.
Evaluasi pembelajaran: Mengevaluasi pendidikan anak-anak berarti; Memeriksa pendidikan yang diterima anak didik (McDonald B., 1982) Mengamati, meneliti seberapa besar kesenjangan  materi pendidikan yg telah diberikan pada anak didik terhadap tujuan dan gambaran yang telah ditentukan atau diharapkan sebelumnya akan terwujud menurut pola perkembangan anak pada tahap tertentu (Developmentally Appropriate Practice).

  1. Definisi Tes & Pengukuran
Tes berasal dari bahasa Perancis Kuno “testum” berarti piring atau wadah untuk menyisihkan logam-logam mulia. Tes dalam evaluasi pembelajaran adalah cara atau prosedur dalam rangka pengukuran di bidang pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas atau pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab, (Sudijono, 2003). Tes adalah pengumpul data atau informasi yang dirancang khusus sesuai dengan karakteristik informasi yang diinginkan evaluator. Mehren & Lehman mengatakan bahwa tes menunjukkan suatu rangkaian pertanyaan yang harus dijawab. Pengukuran adalah sebagai suatu proses membandingkan antara kriterium dengan yang diukur (pemberian angka). Technically, measurement is the assignment of numerals to objects or events according to rules that give numeral quantitative meaning (Wiersma dan Jurs).

  1. Fungsi & Tujuan Evaluasi
Fungsi : (1) mengetahui kemajuan belajar peserta didik (2) menunjang penyusuanan rencana pembelajaran bagi guru dan (3) sebagai Feedback. Dalam keseluruhan proses pembelajaran, secara garis besar evaluasi mempunyai beberapa fungsi penting, yaitu:
-          Sebagai alat guna mengetahui apakah peserta didik telah menguasai pengetahuan atau ketrampilan yang telah diberikan oleh seorang guru
-          Untuk mengetahui kelemahan peserta didik dalam melakukan kegiatan belajar, mengetahui tingkat ketercapaian siswa dalam kegiatan belajar
-          Sebagai sarana umpan balik bagi guru, yang bersumber dari siswa
-          Sebagai alat untuk mengetahui perkembangan belajar siswa
-          Sebagai laporan hasil belajar kepada para orang tua wali siswa

Tujuan ; Secara umum untuk menghimpun data/informasi taraf perkembangan/ kemajuan peserta didik setelah mengikuti pembelajaran dan bagi guru untuk mengetahui efektivitas penggunaan metode pembelajaran. Sedangkan secara khusus merangsang peserta didik dalam belajar dan bagi guru menemukan faktor-faktor penyebab keberhasilan/kegagalan dalam pembelajaran.

Ngalim Purwanto (2006) menjelaskan tentang tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukan sampai dimana tingkat kemampuan dan keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan-tujuan kurikuler. Disamping itu juga dapat digunakan guru dan pengawas pendidikan untuk mengukur dan menilai sampai dimana keefektifan pengalaman-pengalaman mengajar, kegiatan-kegiatan belajar, dan metode-metode mengajar yang digunakan.

3.    Prinsip Evaluasi
Hasil evaluasi harus bermakna bagi pendidik, orangtua, peserta didik dan pihak yang memerlukan. Oleh karena itu dalam memberikan laporan evaluasi harus diusahakan yang dapat dipahami oleh semua pihak. Evaluasi yang mengungkap kemampuan-kemampuan yang telah dicapai anak disusun dalam bentuk deskriptif, tidak dalam bentuk garis besar angka atau huruf yang diberi bobot.
a)    Objektivitas:
Penilaian hasil belajar dapat dinyatakan sebagai evaluasi yang baik apabila dapat terlepas dari faktor - faktor yang sifatnya subyektif. Seorang evaluator harus senantiasa berpikir dan bertindak wajar, menurut keadaan yang senyatanya, tidak dicampuri dengan kepentingan lain
b)    Komprehensif
Penilaian tersebut dilaksanakan secara bulat, utuh atau menyeluruh, supaya diperoleh bahan – bahan keterangan dan informasi yang lengkap mengenai keadaan dan perkembangan peserta didik.
c)    Kontinuitas
Penilaian hasil belajar yang baik adalah evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan secara teratur dan sambung - menyambung dari waktu ke waktu. Disusun secara teratur, terencana dan terjadwal.

4.    Ciri Evaluasi Hasil Belajar
Evaluasi yang dilaksanakan dengan menggunakan pengukuran. Yaitu dengan mengukur fenomena yang tampak dari kepandaian yang dimiliki oleh peserta didik Evaluasi yang dilaksanakan dengan menggunakan ukuran-ukuran yang bersifat kuantitatif atau symbol-simbol angka Evaluasi yang dilaksanakan menggunkan pendekatan normatif atau satuan-satuan yang tetap. Evaluasi yang dilaksanakan dari waktu ke waktu yang bersifat relatif ; artinya keberhasilan belajar peserta didik itu pada umumnya tidak selalu menunjukkan kesamaan Evaluasi kegiatan hasil belajar yang sulit untuk dihindari terjadinya  kekeliruan (Error ) Penyebab Kekeliruan Dalam Evaluasi Faktor alat ukur, Faktor evaluator sendiri, Faktor peserta didik, Faktor situasi ( pada saat pengukuran itu berlangsung).

C.   Penilaian, Pengukuran dan Tes
1.    Penilaian
Menurut Suharsimi yang dikutip oleh Sridadi (2007) penilaian adalah suatu usaha yang dilakukan dalam pengambilan keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik-buruk → bersifat kualitatif.Menurut Depag yang dikutip Sridadi (2007) penilaian adalah suatu usaha untuk mengumpulkan berbagai informasi secara berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses dan hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa melalui kegiatan belajar mengajar yang ditetapkan sehingga dapat dijadikan dasar untuk menentukan langkah selanjutnya.Menurut Rusli Lutan (2000:9) assessment termasuk pelaksanaan tes dan evaluasi. Asessment bertujuan untuk menyediakan informasi yang selanjutkan digunakan untuk keperluan informasi
Groundlund (1971:6) mengungkapkan bahwa penilaian merupakan deskripsi kualitatif dari tingkah laku siswa baik yang didasarkan pada hasil pengukuran (tes) maupun bukan hasil pengukuran (nontes: catatan anekdot, observasi, wawancara dll).
Istilah penilaian merupakan alih bahasa dari istilah assessment. Anthony J.Nitko dalam Arifin (2012:7-8) menjelaskan “assessment is a broad term defined as a process for obtaining information that is used for making decisions about students, curricula and programs, and educational policy”. (penilaian adalah suatu proses untuk memperoleh informasi yang digunakan untuk membuat keputusan tentang peserta didik, kurikulum, program, dan kebijakan pendidikan). Dalam hubungannya dengan proses dan hasil belajar, penilaian dapat didefinisikan sebagai suatu proses atau kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan untuk mengumpulkan informasi tentang proses dan hasil belajar peserta didik dalam rangka membuat keputusan-keputusan berdasarkan kriteria dan pertimbangan tertentu.

2.    Pengukuran
Menurut Kerlinger yang dikutip Sridadi (2007) pengukuran : sebagai pemberian angka  pada obyek atau kejadian menurut aturan tertentu. Menurut Rusli Lutan (2000:21) pengukuran ialah proses pengumpulan informasi. Menurut Gronlund yang dikutip Sridadi (2007) pengukuran : suatu kegiatan untuk memperoleh deskripsi numerik khusus yang dimiliki individu.
Wiersma dan Jurs dalam Arifin (2012:7), bahwa “technically, measurement is the assignment of numerals to objects or events according to rules that give numeral quantitative meaning”. (secara teknis, pengukuran adalah pengalihan dari angka ke objek atau peristiwa sesuai dengan aturan yang memberikan makna angka secara kuantitatif). Pengukuran adalah suatu proses atau kegiatan untuk menentukan kuantitas daripada sesuatu. Kata “sesuatu” bisa berarti peserta didik, guru, gedung sekolah, meja belajar, white board, dan sebagainya. Dalam proses pengukuran, tentu guru harus menggunakan alat ukur (tes atau non-tes). Alat ukur tersebut harus standar, yaitu memiliki derajat validitas dan reliabilitas yang tinggi.

3.    Test
Istilah tes berasal dari bahasa latin “testum” yang berarti sebuah piring atau jambangan dari tanah liat. Istilah tes ini kemudian dipergunakan dalam lapangan psikologi dan selanjutnya hanya dibatasi sampai metode psikologi, yaitu suatu cara untuk menyelidiki seseorang . Sebagaimana dikemukakan Sax dalam Arifin (2012:6) bahwa “a test may be defined as a task or series of task used to obtain systematic observations presumed to be representative of educational or psychological traits or attributes”. (tes dapat didefinisikan sebagai tugas atau serangkaian tugas yang digunakan untuk memperoleh pengamatan-pengamatan sistematis, yang dianggap mewakili ciri atau aribut pendidikan atau psikologis).

Pengertian tes lebih ditekankan pada penggunaan alat pengukuran. Terdapat beberapa istilah yang berhubungan dengan tes, yaitu tes, testingtestee dan tester, maka diterangkan sebagai berikut:
Tes: adalah merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. Untuk mengerjakan tes ini tergantung dari petunjuk yang diberikan misalnya : melingkari salah satu huruf di depan pilihan jawaban, menerangkan, mencoret jawaban yang salah, melakukan tugas atau suruhan, menjawab secara lisan dan sebagainya.
Testingtesting merupakan saat pada waktu tes itu dilaksanakan atau testing saat pengambilan tes.
Testee :(dalam istilah Indonesia tercoba), adalah responden yang sedang mengerjakan, dinilai atau diukur, baik mengenai kemampuan, minat, bakat, pencapaian dan sebagainya.
Tester:(dalam istilah Indonesia: percoba), adalah orang yang diserahi untuk melaksanakan pengambilan tes terhadap para responden. Dengan lain perkataan, tester adalah subyek evaluasi (tetapi adakalanya hanya orang yang ditunjuk oleh subyek evaluasi untuk melaksanakan tugasnya). Menurut Sumadi Suryabrata (1984:22) tes adalah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab dan atau perintah-perintah yang harus dijalankan, yang mendasarkan harus bagaimana tester menjawab pertanyaan atau melakukan perintah-perintah itu, penyelidik mengambil kesimpulan dengan cara membandingkannya dengan dengan standar atau testee yang lain.
      Untuk memahami tentang pengertian tes, berikut ini dikutip beberapa pendapat pendapat para ahli, yaitu :
a.    Tes adalah suatu pengukuran yang berisi serangkaian pertanyaan, dimana masing-masing pertanyaan memiliki jawaban yang benar (Ebel & Eriesbie, 1986)
b.    Tes merupakan serangkaian tugas-tugas yang digunakan dalam berbagai observasi (Sax, 1980)
c.    Tes seringkali berkonotasi dengan adanya pertanyaan-pertanyaan yang standar yang perlu dijawab ( Mehrenns & Lehmann, 1973)
S. Hamid Hasan dalam Arifin (2012 : 6) menjelaskan “tes adalah alat pengumpulan data yang dirancang secara khusus. Kekhususan tes dapat terlihat dari konstruksi butir (soal) yang dipergunakan. Dalam hal ini, untuk mengumpulkan data evaluasi, guru memerlukan suatu alat, antara lain tes. Artinya, fungsi tes adalah sebagai alat ukur.  Zainul dan Nasution (2001) menyatakan bahwa evaluasi dapat dinyatakan sebagai suatu proses pengambilan keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar, baik yang menggunakan instrumen tes maupun non tes. Evaluasi adalah suatu keputusan tentang nilai berdasarkan hasil pengukuran . Secara garis besar dapat dikatakan bahwa evaluasi adalah pemberian nilai terhadap kualitas sesuatu.
Ruang lingkup evaluasi lebih luas, mencakup semua komponen dalam suatu sistem (sistem pendidikan, sistem kurikulum, sistem pembelajaran) dan dapat dilakukan tidak hanya oleh pihak internal (evaluasi internal) tetapi juga oleh pihak eksternal (evaluasi eksternal), seperti konsultan
yang mengevaluasi suatu program. Evaluasi dan penilaian lebih bersifat komprehensif yang meliputi pengukuran, sedangkan tes merupakan salah satu alat (instrument) pengukuran. Pengukuran lebih membatasi kepada gambaran yang bersifat kuantitatif (angka-angka) tentang kemajuan belajar peserta didik (learning progress), sedangkan evaluasi dan penilaian lebih bersifat kualitatif. Di samping itu, evaluasi dan penilaian pada hakikatnya merupakan suatu proses membuat keputusan tentang nilai suatu objek.

D.   Hubungan Tes, Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi
Kumano (2001) mengungkapkan bahwa meskipun terdapat perbedaan makna/pengertian, asesmen dan evaluasi memiliki hubungan. Hubungan antara asesmen dan evaluasi tersebut digambarkan sebagai berikut.
Menurut Zainul & Nasution (2001) Hubungan antara tes, pengukuran, dan evaluasi adalah sebagai berikut. Evaluasi belajar baru dapat dilakukan dengan baik dan benar apabila menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran yang menggunakan tes sebagai alat ukurnya. Akan tetapi tentu saja tes hanya merupakan salah satu alat ukur yang dapat digunakan karena informasi tentang hasil belajar tersebut dapat pula diperoleh tidak melalui tes, misalnya menggunakan alat ukur non tes seperti observasi, skala rating, dan lain-lain.
Zainul dan Nasution (2001) menyatakan bahwa guru mengukur berbagai kemampuan siswa. Apabila guru melangkah lebih jauh dalam menginterpretasikan skor sebagai hasil pengukuran tersebut dengan menggunakan standar tertentu untuk menentukan nilai atas dasar pertimbangan tertentu, maka kegiatan guru tersebut telah melangkah lebih jauh menjadi evaluasi. Untuk mengungkapkan hubungan antara asesmen dan evaluasi, Gabel (1993) mengungkapkan bahwa evaluasi merupakan proses pemberian penilaian terhadap data atau hasil yang diperoleh melalui asesmen. Hubungan antara asesmen, evaluasi, pengukuran, dan testing dalam hal ini dikemukakan pada
Sementara itu Yulaelawati (2004) mengungkapkan bahwa asesmen merupakan bagian dari evaluasi. Apabila kita membicarakan tentang evaluasi, maka asesmen sudah termasuk di dalamnya. Untuk lebih memperjelas hubungan antara tes, pengukuran, dan evaluasi.
Sebenarnya proses pengukuran, penilaian, evaluasi dan pengujian merupakan suatu kegiatan atau proses yang bersifat hirarkis. Artinya kegiatan dilakukan secara berurutan dan berjenjang yaitu dimulai dari proses pengukuran kemudian penilaian dan terakhir evaluasi. Sedangkan proses pengujian merupakan bagian dari pengukuran yang dilanjutkan dengan kegiatan penilaian.
Evaluasi pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan yang sistematis, berkelanjutan, dan menyeluruh dalam rangka pengendalian, penjaminan, dan penetapan kualitas (nilai dan arti) pembelajaran terhadap berbagai komponen pembelajaran berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu, sebagai bentuk pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan pembelajaran.
Penilaian hasil belajar adalah suatu proses atau kegiatan yang sistematis, berkelanjutan, menyeluruh dalam rangka pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menilai pencapaian proses dan hasil belajar peserta didik.

Kriteria Tes, Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi
1.    Kriteria Tes yang Baik
Validitas (Ketepatan); Suatu alat pengukur dapat dikatakan alat pengukur yang valid apabila alat pengukur tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur secara tepat.
Reliabilitas merujuk pada konsistensi skor yang dicapai oleh orang yang sama ketika diuji ulang dengan tes yang sama pada kesepatan yang berbeda, atau dengan seperangkat butir-butir ekuivalen yang berbeda, atau pada kondisi pengujian yang berbeda
Objektivitas; Suatu tes dikatakan obyektif jika tes tersebut diajukan kepada beberapa penilai, tetapi memberikan skor yang sama, untuk disiapkan kunci jawaban (scorring key) Memiliki discrimination power (daya pembeda); Tes yang dikatakan baik apabila mampu membedakan anak yang pandai dan anak yang bodoh.
Mencakup ruang lingkup (scope) yang sangat luas dan menyeluruh; Tes yang baik harus memiliki komphrehensi veenes, ini akan menyisihkan siswa yang berspekulasi dalam menempuh tes. Praktis; mencakup : Mudah dipakai/ diperiksa, Hemat biaya, Mudah diadministrasikan, Tidak menyulitkan guru dan sekolah.
2.    Kriteria Pengukuran
Pengukuran harus jelas parameternya., Memiliki sasaran yang terukur, Mudah dipahami cara pengkurannya. Dapat diukur setiap waktu dan simple.
3.    Kriteria Penilaian
Penilaian dilakuakn selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung. Aspek yang diukur adalah keterampilan dan performasi, bukan mengingat fakta apakah peserta didik belajar? Atau apa yang sudah diketahui peserta didik? Penilaian dilakukan secara berkelanjutan, yaitudilakukan dalam beberapa tahapan dan periodik, sesuai dengan tahapan waktu dan bahasanya, baik dalam bentuk formatif maupun sumatif. Penilaian dilakukan secara integral, yaitu menilai berbagai aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan peserta didik sebagai satu kesatuan utuh. Hasil penilain digunakan sebagai feedback, yaitu untuk keperluan pengayaan (enrichment) standart minimal telah tercapai atau mengulang (remedial) jika standart minimal belum tercapai.
4.    Kriteria Evaluasi
a)    Evaluasi adalah suatu proses bukan suatu hasil ( produk ). Hasil yang diperoleh dari kegiatan evaluasi adalah kualitas sesuatu, baik yang menyangkut tentang nilai atau arti, sedangkan kegiatan untuk sampai pada pemberian nilai dan arti itu adalah evaluasi. Membahas tentang evaluasi berarti mempelajari bagaimana proses pemberian pertimbangan mengenai kualitas sesuatu.
b)    Tujuan evaluasi adalah untuk menentukan kualitas sesuatu, terutama yang berkenaan dengan “nilai dan arti”.
c)    Dalam proses evaluasi harus ada pemberian pertimbangan ( judgement ) yang merupakan konsep dasar dari evaluasi. Melalui pertimbangan inilah ditentukan nilai dan arti / makna dari sesuatu yang dievaluasi.
d)    Pemberian pertimbangan tentang nilai dan arti haruslah berdasarkan kriteria tertentu. Tanpa kriteria yang jelas, pertimbangan nilai dan arti yang diberikan bukanlah suatu proses yang dapat diklasifikasikan sebagai evaluasi. Kriteria ini penting dibuat oleh evaluator dengan pertimbangan:
·         Hasil evaluasi dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
·         Evaluator lebih percaya diri.
·         Menghindari adanya unsur subjektivitas.
·         Memungkinkan hasil evaluasi akan sama, sekalipun dilakukan pada waktu dan orang yang berbeda.
·         Memberikan kemudahan bagi evaluator dalam melakukan penafsiran hasil evaluasi

E.   ALAT UKUR EVALUASI
Kegiatan mengukur atau melakukan pengukuran merupakan kegiatan awal yang paling umum dilakukan pada kegiatan evaluasi hasil belajar. Dalam melakukan suatu pengukuran, kita membutuhkan alat ukur yang tepat. Kegiatan mengukur pada umumnya dilaksanakan dalam bentuk tes dengan berbagai variasinya. Dalam praktek evaluasi hasil belajar, teknik ini yang lebih sering digunakan walaupun teknik/bentuk non tes saat ini mulai digalakan untuk digunakan.
Hasil pembelajaran dapat berupa pengetahuan, ketrampilan serta nilai dan sikap. Pengetahuan toeritik dapat diukur dengan bentuk instrumen evaluasi soal tertulis dan lisan. Keterampilan dapat diukur dengan soal perbuatan. Sedangkan perubahan sikap dan pertumbuhan siswa hanya dapat diukur dengan teknik evaluasi non-tes.
Sebagai alat ukur, tes dibedakan menjadi beberapa jenis tergantung dari segi mana dasar penggolongannya. Dalam Maman (2017:54-60) penggolongan tes berdasarkan/sebagai:
1. Alat pengukur kemajuan belajar peserta didik
a. Tes seleksi/ujian saringan
b. Tes awal (pre-test)
c. Tes akhir (post-test)
d. Tes diagnostic (diagnostic test)
e. Tes formatif (formative test)
f. Tes sumatif (summative test)
2. Aspek psikis yang ingin diungkapkan
a. Tes intelegensia (intellegency test)
b. Tes kemampuan (aptitude test)
c. Tes sikap (attitude test)
d. Tes kepribadian (personality tes)
e. Tes hasil belajar (achievement test)
3. Banyaknya orang yang mengikuti tes
a. Tes individual (individual test)
b. Tes kelompok (group test)
4. Waktu yang disediakan
a. Power test
b. Speed test
5. Bentuk respon
a. Verbal test
b. Nonverbal test
6. Cara mengajukan pertanyaan dan cara memberikan jawaban
a. Tes tertulis (pencil and paper test)
b. Tes lisan (nonpencil and paper test)

F.    Dari sisi cara siswa menjawab, teknik tes meliputi tes lisan, tes tertulis dan
   tes  perbuatan.
1.    Tes lisan dilaksanakan melalui komunikasi langsung (tatap muka) antara peserta didik dengan pendidik. Pertanyaan dan jawaban diberikan secara lisan. Tes ini dapat dilakukan pada saat pembelajaran berlangsung atau di akhir pembelajaran, atau pada saat khusus yang dijadwalkan.
2.    Tes tertulis adalah tes yang dilakukan tertulis, baik pertanyaan maupun jawabannya atau tes yang menuntut peserta tes memberi jawaban secara tertulis berupa pilihan dan/atau isian.
3.    Tes praktik (kinerja) adalah tes yang dilaksanakan dengan jawaban menggunakan perbuatan atau tindakan atau tes yang meminta peserta didik melakukan perbuatan /mendemonstasikan/ menampilkan keterampilan perbuatan.
4.    Dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran, terdapat dua macam alat ukur yang digunakan, yaitu teknik tes dan teknik non tes.
a.    Teknis tes
Tes adalah serangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, kecerdasan, kemampuan, atau bakat yang dimiliki oleh sesesorang atau kelompok. Teknik test sering digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik dari segi ranah berfikirnya (cognitive domain).
Evaluasi dengan menggunakan teknik tes bertujuan untuk mengetahui: Tingkat kemampuan awal siswa, Hasil belajar siswa, Perkembangan prestasi siswa , Keberhasilan guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran
Adapun penilaian teknis tes terbagi menjadi beberapa bentuk soal tes, yaitu:
a.    Tes subyektif
Pada umunya berbentuk esai (uraian). Tes bentuk esai adalah sejenis tes kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata. Tes tertulis berbentuk esai biasanya menuntut dua jenis pola jawaban, yaitu:
1) Jawaban terbuka (extended-response)
2) Jawaban terbatas (restricted-response)
Hal ini sangat tergantung pada bobot soal yang diberikan oleh guru. Tes semacam ini memberi kesempatan pada guru untuk dapat mengukur hasil belajar peserta didik pada tingkatan yang lebih tinggi atau kompleks. Kelebihan tes subjektif :
1)    Mudah disiapkan dan disusun
2)    Tidak memberi banyak kesempatan untuk berspekulasi atau untung-untungan
3)    Mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat serta menyusun dalam bentuk  kalimat yang bagus
4)    Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengutarakan maksudnya dengan gaya bahasa dan cara sendiri
5)    Dapat diketahui sejauh mana siswa mendalami sesuatu masalah yang diteskan
Kekurangan tes subjektif :
·         Kadar validitas dan realibilitasnya rendah karena sukar diketahui segi-segi mana dari siswa yang betul-betul telah dikuasai
·         Kurang representative dalam hal mewakili seluruh scope bahan pelajaran yang akan dites karena soalnya hanya beberapa buah saja
·         Kurang representative dalam hal mewakili seluruh scope bahan pelajaran yang akan dites karena soalnya hanya beberapa buah saja
·         Cara pemeriksaannya banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur subjektif
·         Pemeriksaannya lebih sulit sebab membutuhkan pertimbangan individual
·         Waktu untuk mengoreksinya lama dan tidak dapat diwakilkan kepada orang lain

Contoh Test Subyektif dengan jawaban terbuka (extended-response) :
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini dengan benar!
1. Apa yang dimaksud dengan sumber daya manusia ?
2. Sebutkan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan sumber daya manusia ?
3. Sebutkan kegiatan-kegiatan yang dapat memanfaatkan sumber daya manusia ?
4. Sebutkan upaya upaya untuk meningkatkan produktivitas sumber daya manusia?

Contoh Test Subyektif dengan jawaban terbatas (restricted-response) :
Coba jelaskan tentang definisi Bank Indonesia ?
Pertanyaan ini kurang spesifik, sebaiknya ditambah penjelasan sehingga menjadi:
Coba jelaskan tentang Peranan dan fungsi Bank Indonesia terhadap perekonomian Indonesia , ceritakan mengenai:
a.      Peranan Bank Indonesia
b.      Fungsi , Tugas dan  tanggung jawab
c.       serta kewenangannya

b. Tes objektif
Tes objektif yang dimaksud di sini adalah butir soal yang mengandung pertanyaan atau tugas yang alternatif jawabannya telah disediakan. Siswa diminta memilih salah satu alternatif jawaban yang paling benar. Dalam pemeriksaannya tes ini dapat dilakukan secara objektif. Hal ini memang dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dari tes bentuk essai. Dalam penggunaan test objektif ini jumlah soal yang diajukan jauh lebih banyak dari pada tes essai.
Kelebihan Test Objektif :
·         Mengandung lebih banyak segi-segi yang positif, lebih representative mewakili isi yang luas
·         Lebih mudah dan cepat cara pemeriksaannya
·         Pemeriksaannya dapat diserahkan kepada orang lain
·         Dalam pemeriksaannya tidak ada unsur subjektif yang mempengaruhi.
Kekurangan Test Objektif:
·         Persiapan untuk menyusunnya jauh lebih sulit daripada esai karena soalnya banyak dan harus teliti untuk menghindari kelemahan-kelemahan yang lain
·         Soal-soalnya cenderung untuk mengungkapkan ingatan dan daya pengenal kembali saja, dan sukar untuk mengukur proses mental yang tinggi
·         Banyak kesempatan untuk main untung-untungan
·         “Kerja sama” antar siswa pada waktu mengerjakan soal tes lebih terbuka

Dalam Maman (2017:79-88), tes objektif dapat dibedakan menjadi lima yaitu:
1)    Benar-salah (true-false test). Test ini bentuknya adalah kalimat atau pernyataan yang mengandung dua kemungkinan jawaban : benar atau salah. Test ini juga dikenal dengan istilah “ya-tidak”.
Contoh:
Pilihlah salah satu jawaban yang tepat dengan memilih B bila pernyataan benar dan S bila pernyataan salah!
1. B – S  Rekening Tabungan adalah simpanan masyakat yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat (C1)/(C2)
2. B – S Rekening Giro sarana warkat yang digunakan hanya menggunakan Bilyet Giro saja (C1)/(C2)
3. B – S Deposito merupakan simpanan masyarakat yang penarikannya hanya berdasarkan jangka waktu tertentu yang telah disepakati (C1)/(C2)
4. B – S Salah satu persyaratan pokok untuk pembukaan rekening adalah Nomor pokok wajib pajak  (C1)/(C2)
5. B – S Bank merupakan Jantung perekonomian negara (C1)/(C2)

2)    Menjodohkan (matching test) adalah butir soal yang mengandung pertanyaan atau tugas yang alternatif jawabannya telah disediakan dengan jalan menjodohkan/ memasangkan/ mencocokkan dengan yang paling benar (sesuai dengan petunjuk).
Contoh:
Kelompok A                                           Kelompok B
1.    Warkat-warkat                                   a. 70 Hari
2.    Rekening Giro                                  b. Kartu Identitas
3.    Deposito                                            c. Cek dan Bilyet Giro
4.    Kadaluarsa Bilyet Giro                    d. Jasa Giro
5.    Dokumen Pembukaan                   e. Berjangka
                                                            





http://imankoekoeh.blogspot.co.id/2013/12/tes-pengukuran-penilaian-dan-evaluasi.html












REVOLUSI INDUSTRI
Opini: Revolusi Industri 4.0 dan Pengaruhnya Pada Sistem Pendidikan
Description: https://cdn.sindonews.net/dyn/620/content/2017/11/19/34/1258759/era-industri-4-0-dimulai-insinyur-diminta-bersiap-unk.jpg
Sumber : https://cdn.sindonews.net/dyn/620/content/2017/11/19/34/1258759/era-industri-4-0-dimulai-insinyur-diminta-bersiap-unk.jpg
Akhir-akhir ini salah satu isu nasional yg sedang ‘ramai’ diperbincangkan selain disahkannya UU MD3 DPR adalah perihal revolusi industri 4.0. Maka dari itu, izinkan saya memberikan sedikit argumentasi terkait isu yang satu ini. Tidak dapat kita pungkiri, dengan semakin canggihnya teknologi yang sedang berkembang mau tidak mau membawa perubahan yang cukup signifikan di berbagai lintas sektor kehidupan. Salah satu bahasan yang cukup menarik yakni terkait hubungan revolusi industri 4.0 dengan sistem pendidikan di Indonesia, sesuai arahan MENRISTEKDIKTI terkait dampak industri 4.0 yakni dengan adanya ‘digitalisasi sistem’, mau tidak mau menuntut baik para dosen maupun mahasiswa untuk mampu dengan cepat beradaptasi dengan perubahan yang ada. Sistem pembelajaran yang semula berbasis pada tatap muka secara langsung di kelas, bukan tidak mungkin akan dapat digantikan dengan sistem pembelajaran yang terintegrasikan melalui jaringan internet (online learning). Adanya perubahan tersebut juga memiliki analisis risk-benefit, di mana keuntungan yang bisa didapatkan antara lain mahasiswa tetap bisa belajar dan tetap bisa mengakses materi pembelajaran tanpa harus hadir di kelas, hal ini pun menjadi keuntungan tersendiri bagi siswa yang mengalami kendala dalam hal jarak dan finansial.
Lain hal dengan keuntungan, adapun masalah yang dapat muncul terkait dengan hal tersebut adalah dituntutnya peran PTN/PTS untuk berhasil mencetak lulusan yang mampu bersaing baik dalam skala nasional maupun internasional dengan adanya perubahan tersebut, terlepas dari siap atau tidaknya sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam menunjang perubahan yang ada. Sebagai contoh suatu gebrakan baru yang dilakukan 2 universitas terkemuka dunia (Harvard dan MIT) terkait kesiapan menghadapi revolusi industri 4.0 yakni dengan membuat suatu portal khusus yang menyediakan perkuliahan online learning secara gratis dan dapat diakses oleh siapapun, bukan tidak mungkin kini mimpi untuk menimba ilmu dari pengajar berkualitas dari dua kampus terkemuka dunia tersebut saat ini bukan menjadi suatu hal yang mustahil untuk diwujudkan.
[Penulis: Ihsanti Dwi Rahayu, S. Farm., Apt, Departemen AKPRO]
Hari-hari terakhir ini kita dihebohkan dengan berita kesiapan dan kesigapan pemerintah menghadapi Revolusi Industri 4.0 yang sebenarnya sudah masuk dan kita praktekkan dengan maraknya ekspansi dunia digital dan internet ke kehidupan masyarakat , terutama dalam lima tahun terakhir. Pertanyaannya apakah "kesadaran" pemerintah terhadap Revolusi Industri ke 4 ini memang benar-benar dalam posisi stand by atau baru persiapan
Hal ini patut digarisbawahi karena produk revolusi industri 4.0 banyak yang menekankan kepada kemampuan Artificial Inteligence(Kecerdasan Buatan) yang mampu menggerakkan robot-robot yang "lebih pintar" dan "tidak pernah mengeluh" sehingga banyak pekerjaan yang dikerjakan tenaga manusia digantikan dengan yang  lebih murah, efisien dan berkualitas lebih tinggi.  Lantas apakah Revolusi Industri 4.0 akan membuat pengangguran makin masif?
Kita sudah mafhum revolusi industri bagian pertama dimulai pada abad 17-19 dimana banyak terjadi penemuan-penemuan teknologi yang menggantikan fungsi manusia seperti yang dilakukan penemuan mesin uap (James Watt),lokomotif  (Richard Trevethiek), kereta api penumpang (George Stepenson), kapal perang dengan mesin uap (Robert Fulton),telpon (Alexander Graham Bell)  dll. Lalu dilanjutkan oleh revolusi industri tahap kedua dan tahap ketiga dengan ditemukannya listrik,mobil pesawat terbang, komputerdan sebagainya.
Dari Revolusi Industri 1 hingga 3 sepertinya refleksinya dengan peran bangsa ini adalah sebagian besar negeri ini hanya mampu memproduksi barang setengah jadi menjadi jadi dan lucunya ada komoditas produknya dari luar sehingga kita tergantung produk luar dalam memproduksinya. Belum lagi hingga hari ini ekonomi negeri ini masih juga tergantung dengan ekspor komoditas asli tanpa diolah dulu, seperti jaman Penjajahan Belanda, dan lebih lucu lagi ada produk asli di Indonesia diekspor ke negeri lain, lalu diimpor ke negeri ini dengan nilai jual berkali lipat  sehingga devisa kita bukannya berambah malah defisit.   Menghadapi Revolusi Industri 4.0 saya yakin pemerintah dan rakyat Indonesia tahu apakah layak kita bersaing dengan bangsa lain yang  lebih dulu berinvestasi dalam sumber daya manusia yang lebih banyak menggunakan kreativitas otak dalam membuat dan merancang aplikasi internet dan digital?  Mengaca pada hasil riset Bank Dunia (World Bank) baru-baru ini menyatakan bahwa Indonesia perlu 45 tahun (hampir setengah abad) mengejar ketertinggalan dalam bidang  pendidikan dan perlu 75 tahun untuk mengejar ketertinggalan dalam bidang ilmu pengetahuan. Sementara daya saing Indonesia tahun 2017 masih ada diurutan 36 dari 137 negara. Artinya masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikejar bila Indonesia mau eksis di Revolusi Industri tahap 4 ini.

Adanya pertemuan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dengan para stake holdernya seperti praktisi, dosen, guru, universitas dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) akhir tahun ini adalah langkah baik untuk mengurangi gap antara dunia industri dan pendidikan.  Link dan Match itu seharusnya bukan lagi jadi word of mouth, atau kata kunci yang hanya manis diucapkan tapi kurang darah saat diaplikasikan, namun harus jadi keharusan dan kewajiban pemerintah dan stake holdernya, agar angkatan muda yang bertambah banyak populasinya dalam beberapa tahun mendatang tahu apa yang menjadi tanggung jawabnya bukan hanya kepada keluarga saja tapi juga kepada negeri ini agar bangsa ini  tidak hanya jadi "pasar" melulu tapi penghasil produk berkualitas tidak hanya di dalam tapi juga luar negeri.  Langkah pemerintah juga seharusnya lebih cerdas dengan melindungi industri lokal dan berkembang dan memberikan kesempatan banyak tenaga kerja muda untuk magang dan berkarya dan ini seharusnya tercermin dengan cetak biru industri Indonesia yang harus dipenuhi dan ditenggat waktunya (deadline)  dan tidak perlu meniru langkah departemen lain seperti Kemendikbud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) yang setiap ganti pemerintahan dan menteri berganti kurikulum.
Revolusi Industri 4.0 berciri kreativitas, leadership (kepemimpinan) dan entrepreneurship (kewirausahaan) yang mendobrak "mindset" cara bekerja revolusi industri sebelumnya.  Dengan berciri efisiensi dalam komunikasi dan transportasi serta mengarahkan masyarakat untuk memecahkan masalah dengan sistem "one stop shopping"atau "one stop solution" diperlukan atmosfir dunia usaha yang lepas dari lilitan dan hambatan birokrasi  dan itu tidak hanya soal cara bekerja tapi juga
Mentalitas pegawai dan tenaga kerjanya. Dan pada gilirannya output revolusi ini banyak mendatangkan keuntungan dan kesejahteraan seperti harga barang murah serta kesehatan terjamin bukan malah menambah beban ekonomi masyarakat dan memperbanyak pengangguran. Ya semoga Pemerintah sudah lebih sigap untuk menghadapi revolusi industri gress ini yang dampaknya sangat masif dan "berbahaya" karena dengan jumlah populasi Indonesia yang tidak lama mengarah ke 300 juta orang , perlu kecerdasan dan ketulusan parpol siapapun yang memegang pemerintahan dan pemangku kepentingan untuk mengarahkan secara visioner mau dibawa kemana Indonesia ini terutama daya tahan dan masa depan ekonominya yang selama ini masih mengandalkan komoditas asli negeri ini  yang makin lama makin berkurang jumlahnya dan nilai ekonominya.
"Imagine a robot capable of treating Ebola patients or cleaning up nuclear waste."(Bayangkan kalau robot sanggup menangani pasien Ebola dan sampah Nuklir) --Dileep George, AI and Neoroscience Researcher
MEDAN – Perubahan dunia kini tengah memasuki era revolusi industri 4.0 atau revolusi industri dunia keempat dimana teknologi informasi telah menjadi basis dalam kehidupan manusia. Segala hal menjadi tanpa batas (borderless) dengan penggunaan daya komputasi dan data yang tidak terbatas (unlimited), karena dipengaruhi oleh perkembangan internet dan teknologi digital yang masif sebagai tulang punggung pergerakan dan konektivitas manusia dan mesin. Era ini juga akan mendisrupsi berbagai aktivitas manusia, termasuk di dalamnya bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) serta pendidikan tinggi.  Menristekdikti Mohamad Nasir mengatakan bahwa tantangan revolusi industri 4.0 harus direspon secara cepat dan tepat oleh seluruh pemangku kepentingan di lingkungan Kementerian, Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) agar mampu meningkatkan daya saing bangsa Indonesia di tengah persaingan global. Hal ini diungkapkan Menteri Nasir dalam pembukaan acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) 2018 yang digelar di Kampus Universitas Sumatera Utara (USU), Medan(17/1).
Menristekdikti di awal sambutannya mengatakan bahwa pelaksanaan Rakernas 2018 terasa istimewa karena 3 Menteri Kabinet Kerja turut menghadiri acara pembukaan yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimujono. Menristekdikti mengatakan pada Rakernas 2018 yang mengangkat tema “Ristek Dikti di Era Revolusi Industri 4.0” akan dibahas langkah-langkah strategis yang perlu dipersiapkan Kemenristekdikti dalam mengantisipasi perubahan dunia yang kini telah dikuasai perangkat digital.
“Kebijakan strategis perlu dirumuskan dalam berbagai aspek mulai dari kelembagaan, bidang studi, kurikulum, sumber daya, serta pengembangan cyber university, risbang hingga inovasi. Saya berharap dalam Rakernas ini dapat dihasilkan rekomendasi pengembangan iptek dikti dalam menghadapi revolusi industri 4.0. ,” ujar Menteri Nasir.
Menristekdikti menjelaskan ada lima elemen penting yang harus menjadi perhatian dan akan dilaksanakan oleh Kemenristekdikti untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa di era Revolusi Industri 4.0, yaitu:
1. Persiapan sistem pembelajaran yang lebih inovatif di perguruan tinggi seperti penyesuaian kurikulum pembelajaran, dan meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam hal data Information Technology (IT), Operational Technology (OT), Internet of Things (IoT), dan Big Data Analitic, mengintegrasikan objek fisik, digital dan manusia untuk menghasilkan lulusan perguruan tinggi yang kompetitif dan terampil terutama dalam aspek data literacy, technological literacy and humanliteracy.
2. Rekonstruksi kebijakan kelembagaan pendidikan tinggi yang adaptif dan responsif terhadap revolusi industri 4.0 dalam mengembangkan transdisiplin ilmu dan program studi yang dibutuhkan. Selain itu, mulai diupayakannya program Cyber University, seperti sistem perkuliahan distance learning, sehingga mengurangi intensitas pertemuan dosen dan mahasiswa. Cyber University ini nantinya diharapkan menjadi solusi bagi anak bangsa di pelosok daerah untuk menjangkau pendidikan tinggi yang berkualitas.
3. Persiapan sumber daya manusia khususnya dosen dan peneliti serta perekayasa yang responsive, adaptif dan handal untuk menghadapi revolusi industri 4.0. Selain itu, peremajaan sarana prasarana dan pembangunan infrastruktur pendidikan, riset, dan inovasi juga perlu dilakukan untuk menopang kualitas pendidikan,riset,daninovasi.
4. Terobosan dalam riset dan pengembangan yang mendukung Revolusi Industri 4.0 dan ekosistem riset dan pengembangan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas riset dan pengembangan di Perguruan Tinggi,LembagaLitbang,LPNK,Industri,danMasyarakat.
5. Terobosan inovasi dan perkuatan sistem inovasi untuk meningkatkan produktivitas industri dan meningkatkan perusahaan pemula berbasis teknologi.
Agar dapat mencapai hasil yang diharapkan, Rakernas kali ini menghadirkan pembicara yang akan membagikan pandangan,keahlian maupun pengalaman terkait pengembangan iptek dan pendidikan tinggi di era revolusi industri 4.0. Beberapa pembicara tersebut antara lain Dr. Sri Mulyani (Menteri Keuangan RI), Dr. Hayat Sindi (Senior Adviser to the IDB President), Prof. Yang Cau Lung (National Taiwan University of Science and Technology), Prof. Jangyoun Cho (Cyber Hankuk University of Foreign Studies (CUFS), Adamas Belva Syah Devara (Founder dan CEO Ruangguru), dan Suyanto (Rektor AMIKOM).  Sri Mulyani saat menjadi ‘Keynote Speaker’ mengatakan bahwa kemajuan suatu negara untuk mengejar ketertinggalan sangat tergantung pada tiga faktor yang yakni Pendidikan, Kualitas Institusi dan Kesediaan Infrastruktur. “ Pertemuan ini sangat penting untuk membangun fondasi kemajuan bangsa Indonesia, karena di tangan Bapak/Ibu pimpinan perguruan tinggi sumber daya manusia, riset dan inovasi dikelola,” ujar Menteri Keuangan.
Sri Mulyani mengatakan bahwa Anggaran Pendidikan tahun 2018 adalah 444,13 Triliun Rupiah, baik untuk alokasi pusat maupun alokasi daerah. Anggaran 20% dari total APBN tersebut merupakan suatu pemihakan yang nyata bagi pendidikan dan riset Indonesia. Anggaran tersebut dialokasikan bagi program-program prioritas pendidikan dan penelitian antara lain Program Indonesia Pintar, Bidik Misi, Bantuan Operasional Sekolah, Riset, dan program lainnya.
Terkait ‘disruptive technology’, Sri Mulyani mengatakan bahwa dunia pendidikan menjadi garis depan di era digital. Perguruan tinggi harus mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Sri Mulyani mengatakan bahwa perguruan tinggi harus mampu merespon kebutuhan masyarakat yang saat ini sudah banyak melakukan kegiatan pembelajaran secara online, sehingga perguruan tinggi tidak ditinggalkan atau harus tutup. “Dunia cepat berubah, kita harus mampu cepat adaptif dengan tetap menjaga karakter Indonesia,” ujar Sri Mulyani.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, dalam Rakernas juga akan dilakukan evaluasi pelaksanaan program dan anggaran pada tahun 2017, serta outlook program dan anggaran tahun 2018. Selain itu Kemenristekdikti merupakan Kementerian yang mengelola aset cukup besar senilai 120.68 T, serta memiliki sekitar 159.083 orang pegawai (baik PNS dan Non PNS) tersebar dalam 148 satuan kerja, sehingga sangat penting mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Oleh karena itu, dalam Rakernas ini diharapkan ada rekomendasi untuk penuntasan Zona Integritas, Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK), dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) serta pencapaian Target Reformasi Birokrasi 2018.
Rakernas diikuti sekitar 300 peserta yaitu para pemangku kepentingan baik internal maupun eksternal Kemenristekdikti mulai dari Gubernur Sumatera Utara, Walikota Medan, pejabat Eselon I dan II di lingkungan Kemenristekdikti, Ketua LPNK di bawah koordinasi Kemenristekdikti, Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri (PTN), Koordinator Kopertis, Ketua Komisi VII, Ketua Komisi X, Ketua DPD RI, Atase Pendidikan dan Kebudayaan, Kepala Balitbang/Deputi Kementerian terkait, serta institusi terkait lainnya.  Acara ini juga dimeriahkan oleh pameran produk-produk hasil riset maupun inovasi dari perguruan tinggi dan industri. Pada acara ini juga diberikan Penghargaan kepada PTN/Kopertis dalam Kinerja, Program dan Anggaran Tahun 2017 serta Anugerah Humas PTN/Kopertis Tahun 2017.
Read more at https://ristekdikti.go.id/pengembangan-iptek-dan-pendidikan-tinggi-di-era-revolusi-industri-4-0-2/#omDuKciWCcZGb3l5.99



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Evaluasi Test dan Non Test

Pengertian Desain Instruksional