EVALUASI PEMBELAJARAN TES & NON TES dengan REVOLUSI INDUSTRI 4.0
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara umum yang dimaksud
dengan instrumen adalah suatu alat yang memenuhi persyaratan akademis, sehingga
dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur suatu objek ukur atau mengumpulkan
data mengenai suatu variable. Dalam bidang penelitian, instrumen diartikan
sebagai alat untuk mengumpulkan data mengenai variabel-variabel penelitian
untuk kebutuhan penelitian, sedangkan dalam bidang pendidikan instrumen
digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa, faktor-faktor yang diduga
mempunyai hubungan atau berpengaruh terhadap hasil belajar, perkembangan hasil
belajar siswa, keberhasilan proses belajar mengajar guru, dan keberhasilan
pencapaian suatu program tertentu.
Pada dasarnya instrumen dapat dibagi dua
yaitu test dan
non test. Berdasarkan bentuk atau
jenisnya, test dibedakan
menjadi test uraian
dan obyektif, sedangkan non test
terdiri dari observasi, wawancara (interview),
angket (questionaire), pemeriksaan
document (documentary analysis), dan Sosiometri. Instrumen yang
berbentuk test bersifat performansi
maksimum sedang instrumen non test
bersifat performansi tipikal.
Di lain pihak, penggunaan non test untuk menilai hasil dan
proses belajar masih sangat terbatas jika dibandingkan dengan penggunaan alat
melalui tes dalam menilai hasil dan proses belajar. Padahal ada aspek-aspek
yang tidak bisa terukur secara “real time”
dengan hanya menggunakan test,
seperti pada mata pelajaran matematika. Pada test siswa dapat menjawab dengan tepat saat
diberi pertanyaan tentang langkah-langkah melukis sudut menggunakan jangka
tanpa busur, tetapi waktu diminta melukis secara langsung dikertas atau papan
tulis ternyata cara menggunakan jangka saja mereka tidak bisa. Jadi dengan
menggunakan non test
guru bisa menilai siswa secara komprehensif, bukan hanya dari aspek kognitif
saja, tapi juga afektif dan psikomotornya.
Berdasarkan
permasalahan-permasalahan yang telah disebutkan diatas, maka diperlukan suatu
langkah-langkah untuk penyusunan dan pengembangan baik test
uraian maupun non test.
Hal ini juga dapat digunakan untuk memperoleh test yang valid, sehingga hasil
ukurnya dapat mencerminkan secara tepat hasil belajar atau prestasi belajar
yang dicapai oleh masing-masing individu peserta tes setelah selesai mengikuti
kegiatan pembelajaran.
B. Pengertian
Evaluasi
. Menurut Rusli Lutan (2000:22)
evaluasi merupakan proses penentuan nilai atau kelayakan data yang terhimpun.
Menurut Buana (www.fajar.co.id/news.php). Evaluasi
adalah suatu kegiatan atau proses untuk menentukan nilai segala sesuatu dalam
dunia pendidikan seperti program pendidikan termasuk perencanaan suatu program,
substansi pendidikan seperti kurikulum, pengadaan dan peningkatan kemampuan
guru, pengelolaan pendidikan, dan lain-lain.
Menurut Sridadi (2007) evaluasi
: suatu proses yang dirancang secara sistematis dan terencana dalam rangka
untuk membuat alternatif-alternatif keputusan atas dasar pengukuran dan
penilaian yang telah dilakukan sebelumnya. Allen Philips (1979: 1-2) evaluation is a complex term that often is
misused by both teachers and students. It involves making decicions or
judgements about students based on the extent to which instructional objectives
are achieved by them. (evaluasi adalah suatu istilah kompleks yang sering
disalahgunakan oleh para guru dan para siswa. Evaluasi melibatkan pembuatan
keputusan atau penghakiman tentang para siswa didasarkan pada tingkat sasaran
hasil yang dicapai oleh mereka.
Daniel L. Stufflebeam dan
Anthony J. Shinkfield (1985) evaluasi merupakan kegiatan membandingkan tujuan
dengan hasil dan juga merupakan studi yang mengkombinasikan penampilan dengan
suatu nilai tertentu.
Menurut Mehrens dan Lehman
yang dikutip oleh Ngalim Purwanto (2006), evaluasi dalam arti luas adalah suatu
proses merencanakan, memperoleh dan menyediakan informasi yang sangat
diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan
Evaluasi dapat dibagi
menjadi dua, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi
formatif dilakukan dengan maksud memantau sejauh manakah suatu proses
pendidikan telah berjalan sebagaimana yang direncanakan.
Sedangkan evaluasi sumatif
dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
peserta didik telah dapat berpindah dari suatu unit pengajaran ke unit
berikutnya.
Salah satu tugas utama
pendidik yang sangat penting dilakukan adalah melakukan evaluasi. Evaluasi
merupakan proses memperoleh informasi untuk membuat keputusan.
Keputusan yang berkenan dengan tugas pendidik
dapat diidentifikasi menjadi empat tujuan, yakni keputusan untuk:
-
Mendukung pembelajaran dan
merencanakan dan merencanakan pembelajaran baik bagi setiap anak maupun
kelompok.
-
Mengidentifikasi jika ada
anak yang berkebutuhan khusus
-
Menilai seberapa baik
program yang telah dilakukan dalam mencapai tujuan
-
Pertanggungjawaban lembaga
yang disampaikan baik kepada orangtua maupun kepada pihak-pihak terkait.
Evaluasi yang ditujukan untuk membuat
keputusan dalam mendukung pembelajaran anak merupakan kegiatan terpenting bagi
pendidik. Melalui evaluasi pendidik mendapatkan informasi yang berguna tentang
kondisi dan kemajuan perkembangan anak. Langkah pertama dalam melakukan
evaluasi adalah mengumpulkan fakta-fakta. Salah satu cara yang paling efektif
adalah melalui observasi yang terus menerus kepada anak.
Observasi bukan berarti
hanya sekedar mengamati apa yang dilakukan anak, namun juga mendengarkan apa
yang mereka sampaikan. Cara lainnya adalah mengumpulkan karya anak dan
menempatkannya dalam portofolio setiap anak. Setelah data dikumpulkan, langkah
selanjutnya adalah menganalisis dan menggunakannya untuk mendukung perkembangan
dan proses pembelajaran anak. Dengan demikian, pengertian perkembangan dapat
disimpulkan sebagai proses pengumpulan, penganalisisan, penafsiran, dan pemberian
keputusan tentang data perkembangan dan proses pembelajaran anak.
Evaluasi
pembelajaran: Mengevaluasi pendidikan anak-anak
berarti; Memeriksa pendidikan yang diterima anak didik (McDonald B., 1982)
Mengamati, meneliti seberapa besar kesenjangan
materi pendidikan yg telah diberikan pada anak didik terhadap tujuan dan
gambaran yang telah ditentukan atau diharapkan sebelumnya akan terwujud menurut
pola perkembangan anak pada tahap tertentu (Developmentally
Appropriate Practice).
- Definisi Tes
& Pengukuran
Tes berasal dari bahasa Perancis Kuno
“testum” berarti piring atau wadah untuk menyisihkan logam-logam mulia. Tes
dalam evaluasi pembelajaran adalah cara atau prosedur dalam rangka pengukuran
di bidang pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas atau pertanyaan-pertanyaan
yang harus dijawab, (Sudijono, 2003). Tes adalah pengumpul data atau informasi
yang dirancang khusus sesuai dengan karakteristik informasi yang diinginkan
evaluator. Mehren & Lehman mengatakan bahwa tes menunjukkan suatu rangkaian
pertanyaan yang harus dijawab. Pengukuran adalah sebagai suatu proses
membandingkan antara kriterium dengan yang diukur (pemberian angka). Technically, measurement is the assignment
of numerals to objects or events according to rules that give numeral
quantitative meaning (Wiersma dan Jurs).
- Fungsi &
Tujuan Evaluasi
Fungsi : (1) mengetahui kemajuan belajar
peserta didik (2) menunjang penyusuanan rencana pembelajaran bagi guru dan (3)
sebagai Feedback. Dalam keseluruhan
proses pembelajaran, secara garis besar evaluasi mempunyai beberapa fungsi
penting, yaitu:
-
Sebagai alat guna mengetahui
apakah peserta didik telah menguasai pengetahuan atau ketrampilan yang telah
diberikan oleh seorang guru
-
Untuk mengetahui kelemahan
peserta didik dalam melakukan kegiatan belajar, mengetahui tingkat ketercapaian siswa dalam
kegiatan belajar
-
Sebagai sarana umpan balik
bagi guru, yang bersumber dari siswa
-
Sebagai alat untuk
mengetahui perkembangan belajar siswa
-
Sebagai laporan hasil
belajar kepada para orang tua wali siswa
Tujuan ; Secara umum untuk
menghimpun data/informasi taraf perkembangan/ kemajuan peserta didik
setelah mengikuti pembelajaran dan bagi guru untuk mengetahui efektivitas
penggunaan metode pembelajaran. Sedangkan secara khusus merangsang peserta
didik dalam belajar dan bagi guru menemukan faktor-faktor penyebab
keberhasilan/kegagalan dalam pembelajaran.
Ngalim Purwanto (2006)
menjelaskan tentang tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan data pembuktian
yang akan menunjukan sampai dimana tingkat kemampuan dan keberhasilan siswa
dalam mencapai tujuan-tujuan kurikuler. Disamping itu juga dapat digunakan guru
dan pengawas pendidikan untuk mengukur dan menilai sampai dimana keefektifan
pengalaman-pengalaman mengajar, kegiatan-kegiatan belajar, dan metode-metode
mengajar yang digunakan.
3. Prinsip
Evaluasi
Hasil evaluasi harus
bermakna bagi pendidik, orangtua, peserta didik dan pihak yang memerlukan. Oleh
karena itu dalam memberikan laporan evaluasi harus diusahakan yang dapat
dipahami oleh semua pihak. Evaluasi yang mengungkap kemampuan-kemampuan yang
telah dicapai anak disusun dalam bentuk deskriptif, tidak dalam bentuk garis
besar angka atau huruf yang diberi bobot.
a) Objektivitas:
Penilaian hasil belajar dapat dinyatakan
sebagai evaluasi yang baik apabila dapat terlepas dari faktor - faktor yang sifatnya
subyektif. Seorang evaluator harus senantiasa berpikir dan bertindak wajar,
menurut keadaan yang senyatanya, tidak dicampuri dengan kepentingan lain
b) Komprehensif
Penilaian tersebut dilaksanakan secara bulat,
utuh atau menyeluruh, supaya diperoleh bahan – bahan keterangan dan informasi
yang lengkap mengenai keadaan dan perkembangan peserta didik.
c) Kontinuitas
Penilaian hasil belajar yang baik adalah
evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan secara teratur dan sambung - menyambung dari waktu ke
waktu. Disusun secara teratur, terencana dan terjadwal.
4.
Ciri
Evaluasi Hasil Belajar
Evaluasi yang dilaksanakan
dengan menggunakan pengukuran. Yaitu dengan mengukur fenomena yang tampak dari
kepandaian yang dimiliki oleh peserta didik Evaluasi yang dilaksanakan dengan
menggunakan ukuran-ukuran yang bersifat kuantitatif atau symbol-simbol angka
Evaluasi yang dilaksanakan menggunkan pendekatan normatif atau satuan-satuan
yang tetap. Evaluasi yang dilaksanakan dari waktu ke waktu yang bersifat
relatif ; artinya keberhasilan belajar peserta didik itu pada umumnya tidak
selalu menunjukkan kesamaan Evaluasi kegiatan hasil belajar yang sulit untuk
dihindari terjadinya kekeliruan (Error )
Penyebab Kekeliruan Dalam Evaluasi Faktor
alat ukur, Faktor evaluator sendiri, Faktor peserta didik, Faktor situasi (
pada saat pengukuran itu berlangsung).
C. Penilaian, Pengukuran dan
Tes
1.
Penilaian
Menurut Suharsimi yang dikutip oleh
Sridadi (2007) penilaian adalah suatu usaha yang dilakukan dalam pengambilan keputusan
terhadap sesuatu dengan ukuran baik-buruk → bersifat kualitatif.Menurut Depag
yang dikutip Sridadi (2007) penilaian adalah suatu usaha untuk mengumpulkan
berbagai informasi secara berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses dan
hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa melalui kegiatan belajar mengajar
yang ditetapkan sehingga dapat dijadikan dasar untuk menentukan langkah
selanjutnya.Menurut Rusli Lutan (2000:9) assessment termasuk pelaksanaan tes
dan evaluasi. Asessment bertujuan untuk menyediakan informasi yang selanjutkan
digunakan untuk keperluan informasi
Groundlund (1971:6) mengungkapkan bahwa
penilaian merupakan deskripsi kualitatif dari tingkah laku siswa baik yang
didasarkan pada hasil pengukuran (tes) maupun bukan hasil pengukuran (nontes:
catatan anekdot, observasi, wawancara dll).
Istilah penilaian merupakan
alih bahasa dari istilah assessment. Anthony J.Nitko dalam Arifin
(2012:7-8) menjelaskan “assessment is a broad term defined as a process for
obtaining information that is used for making decisions about students,
curricula and programs, and educational policy”. (penilaian adalah suatu
proses untuk memperoleh informasi yang digunakan untuk membuat keputusan
tentang peserta didik, kurikulum, program, dan kebijakan pendidikan). Dalam
hubungannya dengan proses dan hasil belajar, penilaian dapat didefinisikan
sebagai suatu proses atau kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan untuk
mengumpulkan informasi tentang proses dan hasil belajar peserta didik dalam
rangka membuat keputusan-keputusan berdasarkan kriteria dan pertimbangan
tertentu.
2.
Pengukuran
Menurut Kerlinger yang dikutip Sridadi (2007)
pengukuran : sebagai pemberian angka pada obyek atau kejadian
menurut aturan tertentu. Menurut Rusli Lutan (2000:21)
pengukuran ialah proses pengumpulan informasi. Menurut Gronlund yang dikutip
Sridadi (2007) pengukuran : suatu kegiatan untuk memperoleh deskripsi numerik
khusus yang dimiliki individu.
Wiersma dan Jurs dalam
Arifin (2012:7), bahwa “technically, measurement is the assignment of
numerals to objects or events according to rules that give numeral quantitative
meaning”. (secara teknis, pengukuran adalah pengalihan dari angka ke objek
atau peristiwa sesuai dengan aturan yang memberikan makna angka secara
kuantitatif). Pengukuran adalah suatu proses atau kegiatan untuk menentukan
kuantitas daripada sesuatu. Kata “sesuatu” bisa berarti peserta didik, guru,
gedung sekolah, meja belajar, white board, dan sebagainya. Dalam proses
pengukuran, tentu guru harus menggunakan alat ukur (tes atau non-tes). Alat
ukur tersebut harus standar, yaitu memiliki derajat validitas dan reliabilitas
yang tinggi.
3.
Test
Istilah tes berasal dari bahasa latin “testum”
yang berarti sebuah piring atau jambangan dari tanah liat. Istilah tes ini
kemudian dipergunakan dalam lapangan psikologi dan selanjutnya hanya dibatasi
sampai metode psikologi, yaitu suatu cara untuk menyelidiki seseorang .
Sebagaimana dikemukakan Sax dalam Arifin (2012:6) bahwa “a test may be
defined as a task or series of task used to obtain systematic observations
presumed to be representative of educational or psychological traits or
attributes”. (tes dapat didefinisikan sebagai tugas atau serangkaian tugas
yang digunakan untuk memperoleh pengamatan-pengamatan sistematis, yang dianggap
mewakili ciri atau aribut pendidikan atau psikologis).
Pengertian tes lebih
ditekankan pada penggunaan alat pengukuran. Terdapat beberapa istilah yang
berhubungan dengan tes, yaitu tes, testing, testee dan tester,
maka diterangkan sebagai berikut:
–Tes: adalah merupakan alat atau
prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana,
dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. Untuk mengerjakan tes ini
tergantung dari petunjuk yang diberikan misalnya : melingkari salah satu huruf
di depan pilihan jawaban, menerangkan, mencoret jawaban yang salah, melakukan
tugas atau suruhan, menjawab secara lisan dan sebagainya.
–Testing: testing
merupakan saat pada waktu tes itu dilaksanakan atau testing saat pengambilan
tes.
–Testee :(dalam
istilah Indonesia tercoba), adalah responden yang sedang mengerjakan, dinilai
atau diukur, baik mengenai kemampuan, minat, bakat, pencapaian dan sebagainya.
–Tester:(dalam istilah
Indonesia: percoba), adalah orang yang diserahi untuk melaksanakan pengambilan
tes terhadap para responden. Dengan lain perkataan, tester adalah
subyek evaluasi (tetapi adakalanya hanya orang yang ditunjuk oleh subyek
evaluasi untuk melaksanakan tugasnya). Menurut Sumadi Suryabrata (1984:22) tes
adalah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab dan atau perintah-perintah yang
harus dijalankan, yang mendasarkan harus bagaimana tester menjawab
pertanyaan atau melakukan perintah-perintah itu, penyelidik mengambil
kesimpulan dengan cara membandingkannya dengan dengan standar atau testee yang
lain.
Untuk memahami
tentang pengertian tes, berikut ini dikutip beberapa pendapat pendapat para
ahli, yaitu :
a. Tes
adalah suatu pengukuran yang berisi serangkaian pertanyaan, dimana
masing-masing pertanyaan memiliki jawaban yang benar (Ebel & Eriesbie,
1986)
b. Tes
merupakan serangkaian tugas-tugas yang digunakan dalam berbagai observasi (Sax,
1980)
c. Tes
seringkali berkonotasi dengan adanya pertanyaan-pertanyaan yang standar yang
perlu dijawab ( Mehrenns & Lehmann, 1973)
S. Hamid Hasan dalam Arifin (2012 : 6)
menjelaskan “tes adalah alat pengumpulan data yang dirancang secara khusus.
Kekhususan tes dapat terlihat dari konstruksi butir (soal) yang dipergunakan. Dalam
hal ini, untuk mengumpulkan data evaluasi, guru memerlukan suatu alat, antara
lain tes. Artinya, fungsi tes adalah sebagai alat ukur. Zainul dan Nasution (2001) menyatakan bahwa
evaluasi dapat dinyatakan sebagai suatu proses pengambilan keputusan dengan
menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar, baik
yang menggunakan instrumen tes maupun non tes. Evaluasi adalah suatu keputusan
tentang nilai berdasarkan hasil pengukuran . Secara garis besar dapat dikatakan
bahwa evaluasi adalah pemberian nilai terhadap kualitas sesuatu.
Ruang lingkup evaluasi lebih
luas, mencakup semua komponen dalam suatu sistem (sistem pendidikan, sistem
kurikulum, sistem pembelajaran) dan dapat dilakukan tidak hanya oleh pihak
internal (evaluasi internal) tetapi juga oleh pihak eksternal (evaluasi eksternal),
seperti konsultan
yang mengevaluasi suatu program. Evaluasi dan
penilaian lebih bersifat komprehensif yang meliputi pengukuran, sedangkan tes
merupakan salah satu alat (instrument) pengukuran. Pengukuran lebih
membatasi kepada gambaran yang bersifat kuantitatif (angka-angka) tentang
kemajuan belajar peserta didik (learning progress), sedangkan evaluasi
dan penilaian lebih bersifat kualitatif. Di samping itu, evaluasi dan penilaian
pada hakikatnya merupakan suatu proses membuat keputusan tentang nilai suatu
objek.
D. Hubungan Tes,
Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi
Kumano (2001) mengungkapkan bahwa meskipun terdapat perbedaan
makna/pengertian, asesmen dan evaluasi memiliki hubungan. Hubungan antara
asesmen dan evaluasi tersebut digambarkan sebagai berikut.
Menurut Zainul & Nasution (2001)
Hubungan antara tes, pengukuran, dan evaluasi adalah sebagai berikut. Evaluasi
belajar baru dapat dilakukan dengan baik dan benar apabila menggunakan
informasi yang diperoleh melalui pengukuran yang menggunakan tes sebagai alat
ukurnya. Akan tetapi tentu saja tes hanya merupakan salah satu alat ukur yang
dapat digunakan karena informasi tentang hasil belajar tersebut dapat pula
diperoleh tidak melalui tes, misalnya menggunakan alat ukur non tes seperti
observasi, skala rating, dan lain-lain.
Zainul dan Nasution (2001) menyatakan
bahwa guru mengukur berbagai kemampuan siswa. Apabila guru melangkah lebih jauh
dalam menginterpretasikan skor sebagai hasil pengukuran tersebut dengan
menggunakan standar tertentu untuk menentukan nilai atas dasar pertimbangan
tertentu, maka kegiatan guru tersebut telah melangkah lebih jauh menjadi
evaluasi. Untuk mengungkapkan hubungan antara asesmen dan evaluasi, Gabel
(1993) mengungkapkan bahwa evaluasi merupakan proses pemberian penilaian
terhadap data atau hasil yang diperoleh melalui asesmen. Hubungan antara
asesmen, evaluasi, pengukuran, dan testing dalam hal ini dikemukakan pada
Sementara itu Yulaelawati (2004) mengungkapkan bahwa asesmen merupakan
bagian dari evaluasi. Apabila kita membicarakan tentang evaluasi, maka asesmen
sudah termasuk di dalamnya. Untuk lebih memperjelas hubungan antara tes,
pengukuran, dan evaluasi.
Sebenarnya proses pengukuran, penilaian,
evaluasi dan pengujian merupakan suatu kegiatan atau proses yang bersifat
hirarkis. Artinya kegiatan dilakukan secara berurutan dan berjenjang yaitu
dimulai dari proses pengukuran kemudian penilaian dan terakhir evaluasi.
Sedangkan proses pengujian merupakan bagian dari pengukuran yang dilanjutkan
dengan kegiatan penilaian.
Evaluasi pembelajaran adalah suatu
proses atau kegiatan yang sistematis, berkelanjutan, dan menyeluruh dalam
rangka pengendalian, penjaminan, dan penetapan kualitas (nilai dan arti)
pembelajaran terhadap berbagai komponen pembelajaran berdasarkan pertimbangan
dan kriteria tertentu, sebagai bentuk pertanggungjawaban guru dalam
melaksanakan pembelajaran.
Penilaian hasil belajar adalah suatu
proses atau kegiatan yang sistematis, berkelanjutan, menyeluruh dalam rangka
pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menilai pencapaian proses dan hasil
belajar peserta didik.
Kriteria Tes, Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi
1. Kriteria Tes yang Baik
Validitas (Ketepatan); Suatu alat
pengukur dapat dikatakan alat pengukur yang valid apabila alat pengukur
tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur secara tepat.
Reliabilitas merujuk pada konsistensi
skor yang dicapai oleh orang yang sama ketika diuji ulang dengan tes yang sama
pada kesepatan yang berbeda, atau dengan seperangkat butir-butir ekuivalen yang
berbeda, atau pada kondisi pengujian yang berbeda
Objektivitas; Suatu tes dikatakan
obyektif jika tes tersebut diajukan kepada beberapa penilai, tetapi memberikan
skor yang sama, untuk disiapkan kunci jawaban (scorring key) Memiliki discrimination power (daya pembeda); Tes yang dikatakan baik
apabila mampu membedakan anak yang pandai dan anak yang bodoh.
Mencakup ruang lingkup (scope) yang
sangat luas dan menyeluruh; Tes yang baik harus memiliki komphrehensi veenes,
ini akan menyisihkan siswa yang berspekulasi dalam menempuh tes. Praktis; mencakup : Mudah dipakai/ diperiksa, Hemat biaya, Mudah diadministrasikan, Tidak menyulitkan guru dan sekolah.
2. Kriteria Pengukuran
Pengukuran harus jelas parameternya., Memiliki sasaran yang terukur, Mudah dipahami cara pengkurannya. Dapat diukur setiap waktu dan simple.
3. Kriteria Penilaian
Penilaian dilakuakn selama dan sesudah
proses pembelajaran berlangsung. Aspek yang diukur adalah keterampilan
dan performasi, bukan mengingat fakta apakah peserta didik belajar? Atau apa
yang sudah diketahui peserta didik? Penilaian dilakukan secara
berkelanjutan, yaitudilakukan dalam beberapa tahapan dan periodik, sesuai
dengan tahapan waktu dan bahasanya, baik dalam bentuk formatif maupun sumatif. Penilaian dilakukan secara integral, yaitu menilai berbagai aspek
pengetahuan, sikap, dan keterampilan peserta didik sebagai satu kesatuan utuh. Hasil penilain digunakan sebagai feedback, yaitu untuk
keperluan pengayaan (enrichment) standart minimal telah tercapai atau
mengulang (remedial) jika standart minimal belum tercapai.
4. Kriteria Evaluasi
a)
Evaluasi adalah suatu proses bukan suatu
hasil ( produk ). Hasil yang diperoleh dari kegiatan evaluasi adalah kualitas
sesuatu, baik yang menyangkut tentang nilai atau arti, sedangkan kegiatan untuk
sampai pada pemberian nilai dan arti itu adalah evaluasi. Membahas tentang
evaluasi berarti mempelajari bagaimana proses pemberian pertimbangan mengenai
kualitas sesuatu.
b)
Tujuan evaluasi adalah untuk menentukan
kualitas sesuatu, terutama yang berkenaan dengan “nilai dan arti”.
c)
Dalam proses evaluasi harus ada
pemberian pertimbangan ( judgement ) yang merupakan konsep
dasar dari evaluasi. Melalui pertimbangan inilah ditentukan nilai dan arti /
makna dari sesuatu yang dievaluasi.
d)
Pemberian pertimbangan tentang nilai dan
arti haruslah berdasarkan kriteria tertentu. Tanpa kriteria yang jelas,
pertimbangan nilai dan arti yang diberikan bukanlah suatu proses yang dapat
diklasifikasikan sebagai evaluasi. Kriteria ini penting dibuat oleh evaluator
dengan pertimbangan:
·
Hasil evaluasi dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
·
Evaluator lebih percaya diri.
·
Menghindari adanya unsur subjektivitas.
·
Memungkinkan hasil evaluasi akan sama,
sekalipun dilakukan pada waktu dan orang yang berbeda.
·
Memberikan kemudahan bagi evaluator
dalam melakukan penafsiran hasil evaluasi
E. ALAT UKUR EVALUASI
Kegiatan mengukur atau
melakukan pengukuran merupakan kegiatan awal yang paling umum dilakukan pada
kegiatan evaluasi hasil belajar. Dalam melakukan suatu pengukuran, kita
membutuhkan alat ukur yang tepat. Kegiatan mengukur pada umumnya dilaksanakan
dalam bentuk tes dengan berbagai variasinya. Dalam praktek evaluasi hasil
belajar, teknik ini yang lebih sering digunakan walaupun teknik/bentuk non tes
saat ini mulai digalakan untuk digunakan.
Hasil pembelajaran dapat berupa pengetahuan,
ketrampilan serta nilai dan sikap. Pengetahuan toeritik dapat diukur dengan
bentuk instrumen evaluasi soal tertulis dan lisan. Keterampilan dapat diukur
dengan soal perbuatan. Sedangkan perubahan sikap dan pertumbuhan siswa hanya
dapat diukur dengan teknik evaluasi non-tes.
Sebagai alat ukur, tes dibedakan menjadi
beberapa jenis tergantung dari segi mana dasar penggolongannya. Dalam Maman
(2017:54-60) penggolongan tes berdasarkan/sebagai:
1. Alat pengukur kemajuan belajar peserta
didik
a. Tes seleksi/ujian saringan
b. Tes awal (pre-test)
c. Tes akhir (post-test)
d. Tes diagnostic (diagnostic test)
e. Tes formatif (formative test)
f. Tes sumatif (summative test)
2. Aspek psikis yang ingin diungkapkan
a. Tes intelegensia (intellegency test)
b. Tes kemampuan (aptitude test)
c. Tes sikap (attitude test)
d. Tes kepribadian (personality tes)
e. Tes hasil belajar (achievement test)
3. Banyaknya orang yang mengikuti tes
a. Tes individual (individual test)
b. Tes kelompok (group test)
4. Waktu yang disediakan
a. Power test
b. Speed test
5. Bentuk respon
a. Verbal test
b. Nonverbal test
6. Cara mengajukan pertanyaan dan cara
memberikan jawaban
a. Tes tertulis (pencil and paper test)
b. Tes lisan (nonpencil and paper test)
F. Dari sisi cara siswa
menjawab, teknik tes meliputi tes lisan, tes tertulis dan
tes perbuatan.
1. Tes
lisan dilaksanakan melalui komunikasi langsung (tatap muka) antara peserta
didik dengan pendidik. Pertanyaan dan jawaban diberikan secara lisan. Tes ini
dapat dilakukan pada saat pembelajaran berlangsung atau di akhir pembelajaran,
atau pada saat khusus yang dijadwalkan.
2. Tes
tertulis adalah tes yang dilakukan tertulis, baik pertanyaan maupun jawabannya
atau tes yang menuntut peserta tes memberi jawaban secara tertulis berupa
pilihan dan/atau isian.
3. Tes
praktik (kinerja) adalah tes yang dilaksanakan dengan jawaban menggunakan
perbuatan atau tindakan atau tes yang meminta peserta didik melakukan perbuatan
/mendemonstasikan/ menampilkan keterampilan perbuatan.
4. Dalam
melaksanakan evaluasi pembelajaran, terdapat dua macam alat ukur yang
digunakan, yaitu teknik tes dan teknik non tes.
a. Teknis tes
Tes
adalah serangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk
mengukur keterampilan, pengetahuan, kecerdasan, kemampuan, atau bakat yang
dimiliki oleh sesesorang atau kelompok. Teknik test sering digunakan untuk
mengevaluasi hasil belajar peserta didik dari segi ranah berfikirnya (cognitive
domain).
Evaluasi dengan menggunakan teknik tes
bertujuan untuk mengetahui: Tingkat kemampuan awal siswa, Hasil belajar siswa, Perkembangan
prestasi siswa , Keberhasilan guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran
Adapun penilaian teknis tes terbagi menjadi
beberapa bentuk soal tes, yaitu:
a.
Tes subyektif
Pada umunya berbentuk esai (uraian). Tes
bentuk esai adalah sejenis tes kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang
bersifat pembahasan atau uraian kata-kata. Tes tertulis berbentuk esai biasanya
menuntut dua jenis pola jawaban, yaitu:
1) Jawaban terbuka (extended-response)
2) Jawaban terbatas (restricted-response)
Hal ini sangat tergantung pada bobot soal
yang diberikan oleh guru. Tes semacam ini memberi kesempatan pada guru untuk
dapat mengukur hasil belajar peserta didik pada tingkatan yang lebih tinggi
atau kompleks. Kelebihan tes subjektif :
1) Mudah
disiapkan dan disusun
2) Tidak
memberi banyak kesempatan untuk berspekulasi atau untung-untungan
3) Mendorong
siswa untuk berani mengemukakan pendapat serta menyusun dalam bentuk kalimat yang bagus
4) Memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengutarakan maksudnya dengan gaya bahasa dan
cara sendiri
5) Dapat
diketahui sejauh mana siswa mendalami sesuatu masalah yang diteskan
Kekurangan tes subjektif :
·
Kadar validitas dan
realibilitasnya rendah karena sukar diketahui segi-segi mana dari siswa yang
betul-betul telah dikuasai
·
Kurang representative dalam
hal mewakili seluruh scope bahan pelajaran yang akan dites karena soalnya hanya
beberapa buah saja
·
Kurang representative dalam
hal mewakili seluruh scope bahan pelajaran yang akan dites karena soalnya hanya
beberapa buah saja
·
Cara pemeriksaannya banyak
dipengaruhi oleh unsur-unsur subjektif
·
Pemeriksaannya lebih sulit
sebab membutuhkan pertimbangan individual
·
Waktu untuk mengoreksinya
lama dan tidak dapat diwakilkan kepada orang lain
Contoh Test Subyektif
dengan jawaban terbuka (extended-response) :
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini
dengan benar!
1. Apa yang dimaksud dengan sumber daya manusia ?
2. Sebutkan upaya-upaya yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan sumber daya manusia ?
3. Sebutkan kegiatan-kegiatan yang dapat memanfaatkan sumber daya manusia ?
4. Sebutkan upaya upaya untuk meningkatkan produktivitas sumber daya manusia?
Contoh
Test Subyektif
dengan jawaban terbatas (restricted-response) :
Coba
jelaskan tentang definisi Bank Indonesia ?
Pertanyaan
ini kurang spesifik, sebaiknya ditambah penjelasan sehingga menjadi:
Coba
jelaskan tentang Peranan dan fungsi Bank Indonesia terhadap perekonomian
Indonesia , ceritakan mengenai:
a.
Peranan Bank Indonesia
b.
Fungsi , Tugas dan tanggung jawab
c.
serta kewenangannya
b. Tes objektif
Tes objektif yang dimaksud di sini adalah
butir soal yang mengandung pertanyaan atau tugas yang alternatif jawabannya
telah disediakan. Siswa diminta memilih salah satu alternatif jawaban yang
paling benar. Dalam pemeriksaannya tes ini dapat dilakukan secara objektif. Hal
ini memang dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dari tes bentuk
essai. Dalam penggunaan test objektif
ini jumlah soal yang diajukan jauh lebih banyak dari pada tes essai.
Kelebihan
Test Objektif
:
·
Mengandung lebih banyak
segi-segi yang positif, lebih representative mewakili isi yang luas
·
Lebih mudah dan cepat cara
pemeriksaannya
·
Pemeriksaannya dapat
diserahkan kepada orang lain
·
Dalam pemeriksaannya tidak
ada unsur subjektif yang mempengaruhi.
Kekurangan
Test Objektif:
·
Persiapan untuk menyusunnya
jauh lebih sulit daripada esai karena soalnya banyak dan harus teliti untuk
menghindari kelemahan-kelemahan yang lain
·
Soal-soalnya cenderung untuk
mengungkapkan ingatan dan daya pengenal kembali saja, dan sukar untuk mengukur
proses mental yang tinggi
·
Banyak kesempatan untuk main
untung-untungan
·
“Kerja sama” antar siswa
pada waktu mengerjakan soal tes lebih terbuka
Dalam Maman (2017:79-88), tes objektif dapat
dibedakan menjadi lima yaitu:
1) Benar-salah (true-false
test). Test ini bentuknya adalah
kalimat atau pernyataan yang mengandung dua kemungkinan jawaban : benar atau salah. Test ini juga dikenal dengan
istilah “ya-tidak”.
Contoh:
Pilihlah salah satu jawaban yang tepat dengan
memilih B bila pernyataan benar dan S bila pernyataan salah!
1. B – S Rekening Tabungan adalah simpanan masyakat
yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat (C1)/(C2)
2. B – S Rekening
Giro sarana warkat yang digunakan hanya menggunakan Bilyet Giro saja (C1)/(C2)
3. B – S Deposito
merupakan simpanan masyarakat yang penarikannya hanya berdasarkan jangka waktu
tertentu yang telah disepakati (C1)/(C2)
4. B – S Salah
satu persyaratan pokok untuk pembukaan rekening adalah Nomor pokok wajib pajak (C1)/(C2)
5. B – S Bank
merupakan Jantung perekonomian negara (C1)/(C2)
2) Menjodohkan (matching
test) adalah butir soal yang mengandung pertanyaan
atau tugas yang alternatif jawabannya telah disediakan dengan jalan
menjodohkan/ memasangkan/ mencocokkan dengan yang
paling benar (sesuai dengan petunjuk).
Contoh:
Kelompok A Kelompok B
1. Warkat-warkat a. 70 Hari
2. Rekening Giro b. Kartu
Identitas
3. Deposito c. Cek dan Bilyet Giro
4. Kadaluarsa
Bilyet Giro d. Jasa Giro
5. Dokumen
Pembukaan e. Berjangka
http://imankoekoeh.blogspot.co.id/2013/12/tes-pengukuran-penilaian-dan-evaluasi.html
REVOLUSI INDUSTRI
Opini: Revolusi Industri 4.0 dan Pengaruhnya Pada
Sistem Pendidikan

Sumber :
https://cdn.sindonews.net/dyn/620/content/2017/11/19/34/1258759/era-industri-4-0-dimulai-insinyur-diminta-bersiap-unk.jpg
Akhir-akhir ini salah satu isu nasional yg sedang ‘ramai’
diperbincangkan selain disahkannya UU MD3 DPR adalah perihal revolusi industri
4.0. Maka dari itu, izinkan saya memberikan sedikit argumentasi terkait isu
yang satu ini. Tidak dapat kita pungkiri, dengan semakin canggihnya teknologi yang
sedang berkembang mau tidak mau membawa perubahan yang cukup signifikan di
berbagai lintas sektor kehidupan. Salah satu bahasan yang cukup menarik yakni
terkait hubungan revolusi industri 4.0 dengan sistem pendidikan di Indonesia,
sesuai arahan MENRISTEKDIKTI terkait dampak industri 4.0 yakni dengan adanya
‘digitalisasi sistem’, mau tidak mau menuntut baik para dosen maupun mahasiswa
untuk mampu dengan cepat beradaptasi dengan perubahan yang ada. Sistem
pembelajaran yang semula berbasis pada tatap muka secara langsung di kelas,
bukan tidak mungkin akan dapat digantikan dengan sistem pembelajaran yang
terintegrasikan melalui jaringan internet (online learning). Adanya
perubahan tersebut juga memiliki analisis risk-benefit, di mana
keuntungan yang bisa didapatkan antara lain mahasiswa tetap bisa belajar dan
tetap bisa mengakses materi pembelajaran tanpa harus hadir di kelas, hal ini
pun menjadi keuntungan tersendiri bagi siswa yang mengalami kendala dalam hal
jarak dan finansial.
Lain hal dengan keuntungan, adapun masalah yang
dapat muncul terkait dengan hal tersebut adalah dituntutnya peran PTN/PTS untuk
berhasil mencetak lulusan yang mampu bersaing baik dalam skala nasional maupun
internasional dengan adanya perubahan tersebut, terlepas dari siap atau
tidaknya sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam menunjang perubahan yang
ada. Sebagai contoh suatu gebrakan baru yang dilakukan 2 universitas terkemuka
dunia (Harvard dan MIT) terkait kesiapan menghadapi revolusi industri 4.0 yakni
dengan membuat suatu portal khusus yang menyediakan perkuliahan online
learning secara gratis dan dapat diakses oleh siapapun, bukan tidak
mungkin kini mimpi untuk menimba ilmu dari pengajar berkualitas dari dua kampus
terkemuka dunia tersebut saat ini bukan menjadi suatu hal yang mustahil untuk
diwujudkan.
[Penulis: Ihsanti
Dwi Rahayu, S. Farm., Apt, Departemen AKPRO]
Hari-hari terakhir ini kita dihebohkan dengan berita kesiapan dan
kesigapan pemerintah menghadapi Revolusi Industri 4.0 yang
sebenarnya sudah masuk dan kita praktekkan dengan maraknya ekspansi dunia
digital dan internet ke kehidupan masyarakat , terutama dalam lima tahun
terakhir. Pertanyaannya apakah "kesadaran" pemerintah terhadap Revolusi
Industri ke 4 ini memang benar-benar dalam posisi stand by atau baru
persiapan?
Hal ini patut digarisbawahi karena produk revolusi
industri 4.0 banyak yang menekankan kepada kemampuan Artificial
Inteligence(Kecerdasan Buatan) yang mampu menggerakkan
robot-robot yang "lebih pintar" dan "tidak pernah mengeluh"
sehingga banyak pekerjaan yang dikerjakan tenaga manusia digantikan dengan yang
lebih murah, efisien dan berkualitas lebih tinggi. Lantas apakah Revolusi
Industri 4.0 akan membuat pengangguran makin masif?
Kita sudah mafhum revolusi industri bagian pertama
dimulai pada abad 17-19 dimana banyak terjadi penemuan-penemuan teknologi yang
menggantikan fungsi manusia seperti yang dilakukan penemuan mesin uap (James
Watt),lokomotif (Richard Trevethiek), kereta api
penumpang (George Stepenson), kapal perang dengan mesin uap (Robert
Fulton),telpon (Alexander Graham Bell) dll. Lalu
dilanjutkan oleh revolusi industri tahap kedua dan tahap ketiga dengan
ditemukannya listrik,mobil pesawat terbang, komputerdan sebagainya.
Dari Revolusi Industri 1 hingga 3
sepertinya refleksinya dengan peran bangsa ini adalah sebagian besar
negeri ini hanya mampu memproduksi barang setengah jadi menjadi jadi dan
lucunya ada komoditas produknya dari luar sehingga kita tergantung produk luar
dalam memproduksinya. Belum lagi hingga hari ini ekonomi negeri ini masih juga
tergantung dengan ekspor komoditas asli tanpa diolah dulu,
seperti jaman Penjajahan Belanda, dan lebih lucu lagi ada produk
asli di Indonesia diekspor ke negeri lain, lalu diimpor ke negeri ini
dengan nilai jual berkali lipat sehingga devisa kita bukannya berambah
malah defisit. Menghadapi Revolusi
Industri 4.0 saya yakin pemerintah dan rakyat Indonesia tahu apakah
layak kita bersaing dengan bangsa lain yang lebih dulu berinvestasi
dalam sumber daya manusia yang lebih banyak menggunakan kreativitas
otak dalam membuat dan merancang aplikasi internet dan digital?
Mengaca pada hasil riset Bank Dunia (World Bank) baru-baru
ini menyatakan bahwa Indonesia perlu 45 tahun (hampir setengah
abad) mengejar ketertinggalan dalam bidang pendidikan dan
perlu 75 tahun untuk mengejar ketertinggalan dalam bidang
ilmu pengetahuan. Sementara daya saing Indonesia tahun 2017
masih ada diurutan 36 dari 137 negara. Artinya masih
banyak pekerjaan rumah yang harus dikejar bila Indonesia mau eksis di Revolusi
Industri tahap 4 ini.
Adanya pertemuan Kementerian Perindustrian
(Kemenperin) dengan para stake holdernya seperti praktisi,
dosen, guru, universitas dan Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) akhir tahun ini adalah langkah baik untuk mengurangi gap
antara dunia industri dan pendidikan. Link dan Match itu
seharusnya bukan lagi jadi word of mouth, atau kata
kunci yang hanya manis diucapkan tapi kurang darah
saat diaplikasikan, namun harus jadi keharusan dan kewajiban
pemerintah dan stake holdernya, agar angkatan muda yang
bertambah banyak populasinya dalam beberapa tahun mendatang tahu apa yang
menjadi tanggung jawabnya bukan hanya kepada keluarga saja tapi juga kepada
negeri ini agar bangsa ini tidak hanya jadi "pasar"
melulu tapi penghasil produk berkualitas tidak hanya di dalam tapi juga luar
negeri. Langkah pemerintah juga
seharusnya lebih cerdas dengan melindungi industri lokal dan
berkembang dan memberikan kesempatan banyak tenaga kerja muda untuk magang dan
berkarya dan ini seharusnya tercermin dengan cetak biru industri
Indonesia yang harus dipenuhi dan ditenggat waktunya (deadline)
dan tidak perlu meniru langkah departemen lain seperti Kemendikbud (Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan) yang setiap ganti pemerintahan dan menteri
berganti kurikulum.
Revolusi Industri 4.0 berciri kreativitas, leadership (kepemimpinan) dan entrepreneurship
(kewirausahaan) yang mendobrak "mindset" cara
bekerja revolusi industri sebelumnya. Dengan berciri efisiensi
dalam komunikasi dan transportasi serta mengarahkan masyarakat untuk memecahkan
masalah dengan sistem "one stop shopping"atau "one
stop solution" diperlukan atmosfir dunia usaha yang lepas dari
lilitan dan hambatan birokrasi dan itu tidak hanya soal cara
bekerja tapi juga
Mentalitas pegawai dan tenaga
kerjanya. Dan pada gilirannya output revolusi ini banyak mendatangkan
keuntungan dan kesejahteraan seperti harga barang murah serta kesehatan
terjamin bukan malah menambah beban ekonomi masyarakat dan memperbanyak
pengangguran. Ya semoga Pemerintah sudah lebih sigap untuk menghadapi revolusi
industri gress ini yang dampaknya sangat masif dan "berbahaya" karena
dengan jumlah populasi Indonesia yang tidak lama mengarah ke 300
juta orang , perlu kecerdasan dan ketulusan parpol siapapun yang
memegang pemerintahan dan pemangku kepentingan untuk mengarahkan secara
visioner mau dibawa kemana Indonesia ini terutama daya tahan
dan masa depan ekonominya yang selama ini masih mengandalkan komoditas
asli negeri ini yang makin lama makin berkurang jumlahnya dan
nilai ekonominya.
"Imagine a robot capable of treating Ebola patients or cleaning up
nuclear waste."(Bayangkan kalau robot
sanggup menangani pasien Ebola dan sampah Nuklir) --Dileep George, AI and Neoroscience Researcher
MEDAN – Perubahan dunia kini tengah memasuki era revolusi industri 4.0
atau revolusi industri dunia keempat dimana teknologi informasi telah menjadi
basis dalam kehidupan manusia. Segala hal menjadi tanpa batas (borderless)
dengan penggunaan daya komputasi dan data yang tidak terbatas (unlimited),
karena dipengaruhi oleh perkembangan internet dan teknologi digital yang masif
sebagai tulang punggung pergerakan dan konektivitas manusia dan mesin. Era ini
juga akan mendisrupsi berbagai aktivitas manusia, termasuk di dalamnya bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) serta pendidikan tinggi. Menristekdikti Mohamad Nasir mengatakan bahwa tantangan revolusi
industri 4.0 harus direspon secara cepat dan tepat oleh seluruh pemangku
kepentingan di lingkungan Kementerian, Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi
(Kemenristekdikti) agar mampu meningkatkan daya saing bangsa Indonesia di
tengah persaingan global. Hal ini diungkapkan Menteri Nasir dalam pembukaan acara
Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan
Tinggi (Kemenristekdikti) 2018 yang digelar di Kampus Universitas Sumatera
Utara (USU), Medan(17/1).
Menristekdikti di awal sambutannya mengatakan bahwa
pelaksanaan Rakernas 2018 terasa istimewa karena 3 Menteri Kabinet Kerja turut
menghadiri acara pembukaan yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri
Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Basuki Hadimujono. Menristekdikti mengatakan pada Rakernas 2018 yang mengangkat
tema “Ristek Dikti di Era Revolusi Industri 4.0” akan dibahas langkah-langkah
strategis yang perlu dipersiapkan Kemenristekdikti dalam mengantisipasi
perubahan dunia yang kini telah dikuasai perangkat digital.
“Kebijakan strategis perlu dirumuskan dalam berbagai aspek mulai dari
kelembagaan, bidang studi, kurikulum, sumber daya, serta pengembangan cyber
university, risbang hingga inovasi. Saya berharap dalam Rakernas ini dapat
dihasilkan rekomendasi pengembangan iptek dikti dalam menghadapi revolusi
industri 4.0. ,” ujar Menteri Nasir.
Menristekdikti menjelaskan ada lima elemen penting yang harus menjadi
perhatian dan akan dilaksanakan oleh Kemenristekdikti untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa di era Revolusi Industri 4.0, yaitu:
1. Persiapan sistem pembelajaran yang lebih inovatif di perguruan tinggi
seperti penyesuaian kurikulum pembelajaran, dan meningkatkan kemampuan
mahasiswa dalam hal data Information Technology (IT), Operational Technology
(OT), Internet of Things (IoT), dan Big Data Analitic, mengintegrasikan objek
fisik, digital dan manusia untuk menghasilkan lulusan perguruan tinggi yang
kompetitif dan terampil terutama dalam aspek data literacy, technological
literacy and humanliteracy.
2. Rekonstruksi kebijakan kelembagaan pendidikan tinggi yang adaptif dan responsif terhadap revolusi industri 4.0 dalam mengembangkan transdisiplin ilmu dan program studi yang dibutuhkan. Selain itu, mulai diupayakannya program Cyber University, seperti sistem perkuliahan distance learning, sehingga mengurangi intensitas pertemuan dosen dan mahasiswa. Cyber University ini nantinya diharapkan menjadi solusi bagi anak bangsa di pelosok daerah untuk menjangkau pendidikan tinggi yang berkualitas.
3. Persiapan sumber daya manusia khususnya dosen dan peneliti serta perekayasa yang responsive, adaptif dan handal untuk menghadapi revolusi industri 4.0. Selain itu, peremajaan sarana prasarana dan pembangunan infrastruktur pendidikan, riset, dan inovasi juga perlu dilakukan untuk menopang kualitas pendidikan,riset,daninovasi.
4. Terobosan dalam riset dan pengembangan yang mendukung Revolusi Industri 4.0 dan ekosistem riset dan pengembangan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas riset dan pengembangan di Perguruan Tinggi,LembagaLitbang,LPNK,Industri,danMasyarakat.
5. Terobosan inovasi dan perkuatan sistem inovasi untuk meningkatkan produktivitas industri dan meningkatkan perusahaan pemula berbasis teknologi.
2. Rekonstruksi kebijakan kelembagaan pendidikan tinggi yang adaptif dan responsif terhadap revolusi industri 4.0 dalam mengembangkan transdisiplin ilmu dan program studi yang dibutuhkan. Selain itu, mulai diupayakannya program Cyber University, seperti sistem perkuliahan distance learning, sehingga mengurangi intensitas pertemuan dosen dan mahasiswa. Cyber University ini nantinya diharapkan menjadi solusi bagi anak bangsa di pelosok daerah untuk menjangkau pendidikan tinggi yang berkualitas.
3. Persiapan sumber daya manusia khususnya dosen dan peneliti serta perekayasa yang responsive, adaptif dan handal untuk menghadapi revolusi industri 4.0. Selain itu, peremajaan sarana prasarana dan pembangunan infrastruktur pendidikan, riset, dan inovasi juga perlu dilakukan untuk menopang kualitas pendidikan,riset,daninovasi.
4. Terobosan dalam riset dan pengembangan yang mendukung Revolusi Industri 4.0 dan ekosistem riset dan pengembangan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas riset dan pengembangan di Perguruan Tinggi,LembagaLitbang,LPNK,Industri,danMasyarakat.
5. Terobosan inovasi dan perkuatan sistem inovasi untuk meningkatkan produktivitas industri dan meningkatkan perusahaan pemula berbasis teknologi.
Agar dapat mencapai hasil yang diharapkan, Rakernas kali ini menghadirkan
pembicara yang akan membagikan pandangan,keahlian maupun pengalaman terkait
pengembangan iptek dan pendidikan tinggi di era revolusi industri 4.0. Beberapa
pembicara tersebut antara lain Dr. Sri Mulyani (Menteri Keuangan RI), Dr. Hayat
Sindi (Senior Adviser to the IDB President), Prof. Yang Cau Lung (National
Taiwan University of Science and Technology), Prof. Jangyoun Cho (Cyber Hankuk
University of Foreign Studies (CUFS), Adamas Belva Syah Devara (Founder dan CEO
Ruangguru), dan Suyanto (Rektor AMIKOM). Sri Mulyani saat menjadi
‘Keynote Speaker’ mengatakan bahwa kemajuan suatu negara untuk mengejar
ketertinggalan sangat tergantung pada tiga faktor yang yakni Pendidikan,
Kualitas Institusi dan Kesediaan Infrastruktur. “ Pertemuan ini sangat penting
untuk membangun fondasi kemajuan bangsa Indonesia, karena di tangan Bapak/Ibu
pimpinan perguruan tinggi sumber daya manusia, riset dan inovasi dikelola,”
ujar Menteri Keuangan.
Sri Mulyani mengatakan bahwa Anggaran Pendidikan tahun 2018 adalah
444,13 Triliun Rupiah, baik untuk alokasi pusat maupun alokasi daerah. Anggaran
20% dari total APBN tersebut merupakan suatu pemihakan yang nyata bagi
pendidikan dan riset Indonesia. Anggaran tersebut dialokasikan bagi
program-program prioritas pendidikan dan penelitian antara lain Program
Indonesia Pintar, Bidik Misi, Bantuan Operasional Sekolah, Riset, dan program
lainnya.
Terkait ‘disruptive technology’, Sri Mulyani mengatakan bahwa dunia
pendidikan menjadi garis depan di era digital. Perguruan tinggi harus mampu
beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Sri Mulyani mengatakan bahwa
perguruan tinggi harus mampu merespon kebutuhan masyarakat yang saat ini sudah
banyak melakukan kegiatan pembelajaran secara online, sehingga perguruan tinggi
tidak ditinggalkan atau harus tutup. “Dunia cepat berubah, kita harus mampu
cepat adaptif dengan tetap menjaga karakter Indonesia,” ujar Sri Mulyani.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, dalam Rakernas juga akan dilakukan
evaluasi pelaksanaan program dan anggaran pada tahun 2017, serta outlook
program dan anggaran tahun 2018. Selain itu Kemenristekdikti merupakan
Kementerian yang mengelola aset cukup besar senilai 120.68 T, serta memiliki
sekitar 159.083 orang pegawai (baik PNS dan Non PNS) tersebar dalam 148 satuan
kerja, sehingga sangat penting mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik
(good governance). Oleh karena itu, dalam Rakernas ini diharapkan ada
rekomendasi untuk penuntasan Zona Integritas, Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK),
dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) serta pencapaian Target
Reformasi Birokrasi 2018.
Rakernas diikuti sekitar 300 peserta yaitu para pemangku kepentingan
baik internal maupun eksternal Kemenristekdikti mulai dari Gubernur Sumatera
Utara, Walikota Medan, pejabat Eselon I dan II di lingkungan Kemenristekdikti,
Ketua LPNK di bawah koordinasi Kemenristekdikti, Pimpinan Perguruan Tinggi
Negeri (PTN), Koordinator Kopertis, Ketua Komisi VII, Ketua Komisi X, Ketua DPD
RI, Atase Pendidikan dan Kebudayaan, Kepala Balitbang/Deputi Kementerian
terkait, serta institusi terkait lainnya. Acara ini juga dimeriahkan oleh
pameran produk-produk hasil riset maupun inovasi dari perguruan tinggi dan
industri. Pada acara ini juga diberikan Penghargaan kepada PTN/Kopertis dalam
Kinerja, Program dan Anggaran Tahun 2017 serta Anugerah Humas PTN/Kopertis
Tahun 2017.
Read more at
https://ristekdikti.go.id/pengembangan-iptek-dan-pendidikan-tinggi-di-era-revolusi-industri-4-0-2/#omDuKciWCcZGb3l5.99
Komentar
Posting Komentar