Pengertian Desain Instruksional
Desain merupakan kerangka, bentuk atau rancangan.langkah pertama dalam fase pengembangan bagi setiap produk atau sistem yang direkayasa. Desain juga dapat didefinisikan berbagai proses aplikasi berbagai teknik dan prinsip bagi tujuan pendefinisian suatu perangkat, suatu proses atau sistem dalam detail yang memadai untuk memungkinkan realisasi fisiknya. Tujuan desainer adalah untuk menghasilkan suatu model atau representasi dari entitas yang kemudian akan dibangun. Desain pembelajaran adalah praktik penyusunan media teknologi komunikasi dan isi untuk membantu agar dapat terjadi transfer pengetahuan secara efektif antara pendidik dan peserta didik. Proses ini berisi penentuan status awal dari pemahaman peserta didik, perumusan tujuan pembelajaran, dan merancang “perlakuan” berbasis-media untuk membantu terjadinya transisi. Sebagai suatu disiplin, desain pembelajaran secara historis dan tradisional berakar pada kognitif dan perilaku.
Dengan kata lain, desain intruksional adalah keseluruhan proses analisis kebutuhan dan tujuan belajar serta pengembangan teknik mengajar dan materi pembelajarannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Termasuk di dalamnya adalah pengembangan paket pembelajaran, kegiatan mengajar, uji coba, revisi dan kegiatan mengevaluasi hasil belajar. Pendekatan sistem dalam pendidikan dapat mencakup beberapa daerah bidang garapan. Misalnya pendekatan sistem kurikulum, sistem pembelajaran, sistem implementasi, sistem implementasi dan sebagainya.
Asumsi dasar yang melandasi perlunya desain pembelajaran ialah sebagai berikut :
a) Diarahkan untuk membantu proses belajar secara individual.
b) Desain pembelajaran mempunyai fase-fase jangka pendek dan jangka panjang.
c) Dapat mempengaruhi perkembangan individu secara maksimal.
d) Didasarkan pada pengetahuan tentang cara belajar manusia.
e) Dilakukan dengan menerapkan pendekatan sistem.
Pengembangan tersebut dipengaruhi oleh prosedur-prosedur desain pembelajaran, namun prinsip-prinsip umumnya berasal dari aspek-aspek komunikasi disamping proses belajar.
Prinsip – Prinsip Desain Instruksional (berdasarkan Teori Belajar / Psikologi dan hasil penelitian) :
Pengulangan respon yang menyenangkan (pengulangan)
Tujuan tujuan instruksional yang jelas (penciptaan kondisi perilaku belajar, metode dan media)
Pemberian penguatan (umpan balik nilai, pujian, penghargaan)
Pemberian contoh dari alam nyata
Pemberian contoh dan non-contoh
Perhatian dan ketekunan
Pemecahan materi menjadi lebih kecil
Penggunaan model
Pemecahan keterampilan umum menjadi keterampilan khusus
Pemberian informasi kemajuan belajar
Perbedaan kecepatan belajar (prasyarat / entry behavior)
Mengatur sendiri waktu, cara dan sumber
Desain Instruksional dapat dilakukan melalui 2 pendekatan :
Pendekatan-pengetahuan (knowledge-oriented); peserta harus dapat menjelaskan prinsip-prinsip desain instruksional
Pendekatan-produk (product-oriented), peserta diharuskan menerapkan prinsip-prinsip ini dalam mendesain sesuatu, menghasilkan produk desain
Model-model desain Instruksional
Ada banyak tokoh yang mengemukakan pendapatnya terkait model pengembangan desain instruksional. Beberapa model pengembangan tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
Model Wong dan Roulerson.
Wong dan Roulerson mengemukakan enam langkah pengembangan desain instruksional yaitu :
a) Merumuskan tujuan.
b) Menganalisis tujuan tugas belajar.
c) Mengelompokkan tugas-tugas belajar dan memilih kondisi belajar yang tepat.
d) Memilih metoda dan media.
e) Mensintesiskan komponen-komponen pembelajaran.
f) Melakasanakan rencana, mengevaluasi dan memberi umpan balik.
2. Model Banathy
Secara garis besar, model desain intruksional Banathy meliputi enam langkah pokok, yaitu :
a) Merumuskan tujuan,
b) Mengembangkan tes.
c) Menganalisis kegiatan belajar.
d) Mendesain sistem intruksional.
e) Melakasanakan kegiatan dan mengetes hasil.
f) Merumuskan tujuan intruksional
3. Model IDI (Instructional Development Institute).
IDI telah dikembangkan di beberapa negara Asia-Eropa, setelah berhasil di ratusan institusi pendidikan di Amerika. Model ini menggunakan model pendekatan sistem yang meliputi tiga tahapan, yaitu:
a) Pembatasan (define)
Identifikasi masalah, dimulai dengan analisis kebutuhan atau disebut need assessment. Need assessment ini berusaha mencari perbedaan antara apa yang ada dan apa yang idealnya. Karena banyaknya kebutuhan pengajaran, maka perlu ditentukan prioritas mana yang lebih dahulu dan mana yang selanjutnya. Ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu karakteristik siswa, kondisi, dan sumber-sumber yang relevan.
b) Pengembangan (develope)
Identifikasi tujuan, yaitu dengan menganalisis terlebih dahulu tujuan instruksional yang hendak dicapai, baik tujuan instruksional umum (TIU) dalam hal ini IDI menyebutkan dengan Terminal Objectives dan tujuan instruksional khusus (TIK) yang disebut Enabling Objectives. TIK merupakan penjabaran lebih rinci dari TIU. TIK diperlukan karena:
1) Membantu siswa dan guru untuk memahami apa yang diharapkan sebagai hasil dari kegiatan instruksional.
2) TIK merupakan building blocks dari pembelajaran yang diberikan.
3) TIK merupakan indikator tingkah laku yang harus dicapai siswa sesuai dengan kegiatan instruksional yang diberikan.
Dalam menentukan metoda pembelajaran, ada beberapa hal yang dipertimbangkan, antara lain:
1) Metoda apa yang cocok digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2) Bagaimana urutan bahan yang akan disajikan.
3) Bentuk instruksional apa yang dipilih sesuai dengan karakteristik siswa dan kondisinya (ceramah, diskusi, praktikum, karyawisata, tugas individu/kelompok, dan lain-lain)
c) Penilaian (evaluate)
Setelah program instruksional disusun, diadakan tes uji coba untuk menentukan kelemahan dan keunggulan, serta efisiensi dan keefetifan dari program yang dikembangkan.
4. Model ISD (Instructional system design).
Rancangan sistem pembelajaran merupakan prosedur terorganisir yang mencakup langkah-langkah menganalisis, merancang, mengembangkan, melaksanakan dan menilai pembelajaran. Langkah-langkah ini, dalam setiap poses memiliki dasar yang terpisah dalam teori maupun praktek seperti halnya pada proses ISD secara keseluruhan. Dalam pengutaraannya yang lebih sederhana adalah sebagai berikut :
a) Menganalisis adalah mengidentifikasi apa yang dipelajari.
b) Merancang adalah menspesifikasi proses dan produk.
c) Mengembangkan adalah memandu dan menghasilkan materi pembelajaran.
d) Melaksanakan adalah menggunakan materi dan strategi dalam konteks.
e) Menilai adalah menentukan kesesuaian pembelajaran.
Pada umumnya ISD bersifat linier dan memuat prosedur yang menghendaki kejelian dan konsistensi. Ciri khas rancangan ini adalah semua langkah dilengkapi untuk dapat berfungsi pada setiap komponen sebagai pengontrol dan penyeimbang satu sama lain.
5. Model Robert Mager.
Desain instruksional menurut Robert Mager sangat pasti dan jelas dikemukakan, yaitu berupa rumusan Tujuan Instruksional Khusus (TIK). Robert Mager mengungkapkan perumusan TIK secara tertulis dan diinformasikan kepada pendidik dan peserta didik, sehingga keduanya mempunyai pengertian yang sama tentang apa yang tercamtum dalam TIK. TIK tersebut mengandung satu pengertian atau tidak mungkin ditafsirkan dalam pengertian yang lain.
Perumusan TIK merupakan titik permulaan yang sesungguhnya dari proses pengembangan instruksional, sedangkan proses sebelumnya merupakan tahap pendahuluan untuk menghasilkan TIK. Tujuan dari TIK tersebut merupakan satu-satunya dasar dalam menyusun kisi-kisi tes. Dalam TIK, penentuan isi pelajaran disesuaikan dengan apa yang akan dicapai.
6. Model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional)
Secara garis besar, model pengembangan PPSI mengikuti pola dan siklus pengembangan yang mencakup hal-hal sebagai berikut :
a) perumusan tujuan.
b) pengembangan alat evaluasi.
c) kegiatan belajar.
d) pengembangan program kegiatan.
e) pelaksanaan pengembangan.
Perumusan tujuan menjadi dasar bagi penentuan alat evaluasi pembelajaran dan rumusan kegiatan belajar. Rumusan kegiatan belajar lebih lanjut menjadi dasar pengembangan program kegiatan, yang selanjutnya adalah pelaksanaan pengembangan. Hasil pelaksanaan tentunya dievaluasi, dan selanjutnya hasil evaluasi digunakan untuk merevisi pengembangan program kegiatan, rumusan kegiatan belajar, dan alat evaluasi.
Kelebihan dari model PPSI antara lain:
a) Lebih tepat digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan perangkat pembelajaran, bukan untuk mengembangkan sistem pembelajaran.
b) Uraiannya tampak lebih lengkap dan sistematis.
c) Dalam pengembangannya melibatkan penilaian ahli, sehingga sebelum dilakukan uji coba di lapangan perangkat pembelajaran telah dilakukan revisi berdasarkan penilaian dan saran serta masukan para ahli.
7. Model Gerlach dan Elly.
Model desain intruksional yang dikembangkan oleh Gerlach dan Ely (1971) ini dimaksudkan untuk pedoman perencanaan mengajar. Menurut Gerlach dan Ely (1971), langkah-langkah dalam pengembangan desain intruksional terdiri dari :
a) Merumuskan tujuan instruksional.
b) Menentukan isi materi pelajaran.
c) Menentukan kemampuan awal peserta didik.
d) Menentukan teknik dan strategi.
e) Pengelompokan belajar.
f) Menentukan pembagian waktu.
g) Menentukan ruang.
h) Memilih media intruksional yang sesuai.
i) Mengevaluasi hasil belajar.
j) Menganalisis umpan balik.
8. Model Dick dan Carey.
Model desain instruksional menurut Dick and Carey dibagi menjadi sepuluh tahapan yaitu:
a) Menganalisis Tujuan Pembelajaran.
b) Melakukan Analisis Pembelajaran.
c) Menganalisis siswa dan konteks.
d) Merumuskan tujuan khusus.
e) Mengembangkan instrumen penilaian.
f) Mengembangkan strategi pembelajaran.
g) Mengembangkan materi pembelajaran.
h) Merancang dan Mengembangkan Evaluasi Formatif.
i) Merevisi Pembelajaran.
j) Merancang dan Mengembangkan Evaluasi Summatif.
9. Model Briggs.
Model Brigs ini berorientasi pada rancangan sistem dengan sasaran dosen atau guru yang akan bekerja sebagai perancang kegiatan instruksional maupun tim pengembangan instruksional. Susunan atau anggota dari tim tersebut meliputi dosen, administrator, ahli bidang studi, ahli evaluasi, ahli media dan perancang instruksional.
Briggs berkeyakinan bahwa banyak pengetahuan tentang belajar mengajar dapat diterapkan untuk semua jajaran dalam bidang pendidikan dan latihan. Karena itu dia berpendapat bahwa model ini juga sesuai untuk pengembangan program latihan jabatan, tidak hanya terbatas pada program-program akademis saja.
Dalam pengembangan instruksional ini berlaku prinsip keselarasan antara tujuan yang akan dicapai, strategi pencapaiannya dan evaluasi keberhasilannya, yang ketiganya merupakan tiang pokok desain instruksional menurut Briggs.
10. Model Kemp
Desain instruksional yang dikembangkan oleh Kemp juga terdiri dari sepuluh langkah yaitu :
a) Penentuan tujuan instruksional umum (TIU), yaitu tujuan yang ditetapkana menurut masing-masing pokok bahasan.
b) Menganalisis karakteristik siswa, yaitu dalam analisis ini memuat hal-hal yang berkenaan dengan latar belakang pendidikan siswa, sosial budaya yang memungkinkan dapat mengikuti program kegiatan belajar, serta langkah-langkah apa yang perlu ditetapkan.
c) Menentukan tujuan instruksional khusus (TIK), yakni tujuan yang ditetapkan secara operasional, spesifik dan dapat diukur. Dengan demikian siswa dapat mengetahui apa yang akan mereka lakukan, bagaimana melakukannya dan apa ukuran yang digunakan bahwa mereka dapat mencapai tujuan belajar tersebut.
d) Menentukan materi pelajaran yang sesuai dengan tujuan instruksional khusus yang telah ditetapkan.
e) Mengadakan penjajakan awal (preassesment), langkah ini sama halnya dengan test awal yang fungsinya untuk mengetahui kemampuan yang dimiliki siswa, apakah telah memenuhi syarat belajar yang ditentukan ataukah belum.
f) Menentukan strategi belajar dan mengajar yang relevan, penentuan harus melalui analisis alternatif.
g) Mengkoordinasi sarana penunjang yang dibutuhkan.
h) Mengadakan evaluasi; hasil evaluasi tersebuut digunakan untuk mengontrol dan mengkaji sejauhmana keberhasilan suatu program yang telah direncanakan mencapai sasaran yang diinginkan. Hasil evaluasi merupakan umpan balik untuk merevisi kembali tentang; program instruksional yang telah dibuat, instrument tes, metode strategi yang dipakai dan sebagainya.
Adapun Prinsip-prinsip yang ada pada desain instrusional agar pembelajaran menjadi lebih efektif
1. Respon akan diulang, bila akibat yang ditimbulkan menyenangkan
Dalam merencanakan sebuah pembelajaran yang efektif, guru harus mampu menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, mulai dari penampilan guru yang menarik perhatian siswa, cara berkomunikasi, lingkungan belajar, hingga pada umpan balik positif yang berikan mendukung terciptanya pembelajaran yang menyenangkan. Siswa akan dengan mudah menerima informasi yang disampaikan oleh guru apabila dalam keadaan yang menyenangkan atau tidak tertekan. Sebaliknya, siswa akan sulit menerima informasi apabila dalam keadaan yang tidak menyenangkan atau tertekan.
2. Perilaku belajar tidak hanya akibat dari respon, tetapi juga pengaruh kondisi lingkungan siswa
Teori belajar behaviorisme menganut paham bahwa belajar merupakan proses perubahan tingkah laku akibat dari respon, sehingga teori ini dikenal dengan Stimulus-Respon. Pendapat tersebut tidak sepenuhnya benar. Teori belajar konstruktivisme, khususnya konstruktivisme social yang diungkapkan oleh Vygotsky memandang bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Dengan kata lain, lingkungan dapat memberikan pengaruh dalam pembelajaran. Lingkungan belajar yang kondusif dapat membantu siswa dalam mencapai tujuan belajarnya. Sebaliknya, lingkungan belajar yang tidak kondusif justru akan menyulitkan siswa dalam mencapai tujuan belajarnya.
Prinsip pembelajaran ini dapat diterapkan oleh guru dengan mempertimbangkan lingkungan belajar, serta penggunaan metode dan media pembelajaran yang bervariasi ketika merancang sebuah pembelajaran. Misalnya, pertemuan pertama menggunakan metode diskusi, lalu pertemuan berikutnya menggunakan metode demonstrasi, dan sebagainya. Untuk mengetahui metode dan media apa yang tepat, guru perlu melakukan analisis kurikulum dan analisis kebutuhan siswa. Metode dan media pembelajaran yang digunakan haruslah sesuai dengan karakteristik siswa yang akan belajar. Selain itu, penggunaan metode dan media juga harus disesuaikan dengan karakteristik dari materi pembelejaran. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk mengetahui berbagai jenis metode dan karakteristik media pembelajaran.
Sebelum pembelajaran dimulai, guru harus memastikan bahwa lingkungan belajar sudah kondusif, tidak bising (bebas polusi suara), serta metode dan media pembelajaran yang siap digunakan. Penggunaan media metode dan media pembelajaran yang bervariasi akan menimbulkan rasa penasaran siswa selama proses belajar dan membelajarkan berlangsung, sehingga proses tersebut tidak terasa membosankan, mengalir dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
3. Perilaku yang dihasilkan akan berkurang bila tidak diperkuat dengan akibat yang menyenangkan
Prinsip pembelajaran ketiga ini, berhubungan dengan prinsip pembelajaran yang pertama, yaitu respon akan diulang, bila akibat yang ditimbulkan menyenangkan, dengan implikasinya pembelajaran harus menyenangkan. Dengan demikian, prinsip ketiga ini menyebutkan bahwa perilaku yang dihasilkan dari sebuah pembelajaran akan berkurang bila tidak diperkuat dengan akibat (hasil) yang menyenangkan.
Prinsip ini dapat diterapkan dalam pembelajaran dengan memberikan contoh yang sesuai dengan kenyataan, serta mengangkat topik yang pernah dialami peserta didik. Pemberian isi pelajaran harus bermakna dalam kehidupan siswa sehari-hari. Pembelajaran yang dirancang bukanlah pembelajaran yang berbasis konten, tetapi pembelajaran yang berbasis konteks.
4. Belajar yang terbatas akan ditransfer ke situasi lain secara terbatas pula
Guru merupakan sosok teladan bagi para siswanya, khususnya di tingkat dasar. Citra guru sebagai sumber belajar masih melekat hingga sekarang, meskipun saat ini banyak sumber-sumber belajar lain, seperti bahan (buku, modul, dan lain-lain), lingkungan, alat, teknik (metode), dan pesan.
Dalam menciptakan pengetahuan baru bagi siswa, hendaknya dihubungkan dengan pengetahuan siswa yang telah ada. Hal ini sesuai dengan teori belajar konstruktivisme. Dengan demikian, kegiatan belajar harus dikaitkan dengan kondisi yang sebenarnya terjadi sesuai dengan lingkungan dan kehidupan sehari-hari siswa. Kemudian, dari situlah siswa dapat mengembangkan pengetahuannya.
Selama proses belajar membelajarkan berlangsung, hendaknya sumber-sumber belajar yang digunakan bervariasi (belajar berbasis aneka sumber) sehingga dapat memperkaya pengetahuan bagi siswa.
5. Belajar menggeneralisasi dan membedakan adalah dasar untuk belajar yang kompleks
Tidak ada proses belajar yang dirancang secara tidak teratur. Artinya, semua proses belajar dirancang secara sistematis. Belajar itu hendaknya dirancang seperti naik tangga, disesuaikan dengan tingkat kemampuannya. Kalau belajar didesain secara sistematis, sesungguhnya tidak ada siswa yang mengalami kesulitan belajar. Selama ini, guru belum memiliki kemampuan tersebut karena pada dasarnya guru hanya sebagai pengguna kurikulum, bukan sebagai pengembang kurikulum. Namun demikian, kebanyakan guru belum mempunyai kemampuan untuk menganalisis kurikulum dan merancang pembelajaran.
Penggunaan contoh maupun noncontoh dalam proses belajar membelajarkan akan dapat memudahkan siswa dalam memahami isi pelajaran. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat memberikan contoh disetiap konsep yang diberikan. Untuk memperkaya contoh-contoh, guru perlu banyak membaca atau mencari informasi menganai topik tertentu dengan menggunakan aneka sumber belajar.
Sebagai contoh, dalam membelajarkan Matematika, guru tidak dapat langsung membelajarkan topic pembagian tanpa menjelaskan penjumlahan atau pengurangan terlebih dahulu, karena untuk menguasai pembagian, siswa terlebih dahulu harus sudah menguasai penjumlahan dan pengurangan. Dengan kata lain, penjumlahan dan pengurangan merupakan prequisit/prasayarat untuk topik pembagian.
6. Kesiapan mental mempengaruhi perhatian dan ketekunan selama proses belajar berlangsung
Di awal pembelajaran, pertama-tama guru harus menginformasikan tujuan pembelajaran kepada siswa dengan cara yang menarik. Menarik di sini artinya tujuan pembelajaran tersebut dapat memberikan manfaat kepada siswa dalam kehidupan sehari-harinya. Jika di awal pembelajaran siswa mengetahui manfaat yang akan didapat, maka antusias belajar siswa akan meningkat. Hal ini lah yang harus dilakukan oleh guru agar tercipta pembelajaran bermakna.
Apabila siswa sudah merasa tertarik terhadap tujuan pembelajaran yang akan dicapai, selanjutnya guru baru berikan konsepnya. Belajar hendaknya dimulai ketika siswa secara mental sudah siap untuk belajar. Dengan demikian, guru harus mempunyai kemampuan untuk mengetahui dan menilai kapan siswa sudah benar-benar siap untuk belajar. Apabila ketika pembelajaran akan dimulai namun secara mental siswa belum siap, di sini menjadi tugas guru sebagai fasilitator untuk menciptakan suasana yang dapat membuat siswa siap belajar dengan menggunakan metode atau media yang menarik. Penggunaan metode dan media yang menarik akan mempertahankan perhatian siswa selama pembelajaran berlangsung.
7. Kegiatan belajar yang dibagi kecil-kecil disertai cara penyelesaiannya untuk setiap langkah akan mempercepat pencapaian tujuan belajar
Secara psikologis, apabila di awal pembelajaran siswa sudah “dijejali” dengan buku yang tebal ataupun tujuan pembelajaran yang kompleks, maka tentu akan mengurangi antusias dan gairah belajar siswa. Siswa akan merasa enggan untuk mengikuti proses belajar dan membelajarkan. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka hendaknya kegaiatan pembelajaran dibagi kecil-kecil per pencapaian tujuan belajar khusus. Kegiatan belajar yang dibagi kecil-kecil disertai cara penyelesaiannya untuk setiap langkah akan mempercepat pencapaian tujuan pembelajaran.
Prinsip pembelajaran ini dapat diterapkan dengan menggunakan buku teks terprogram, modul atau paket pembelajaran lainnya dalam proses pembelajaran. Sebagai contoh, Sekolah Labschool Jakarta telah menerapkan sistem moduler dalam proses belajar dan membelajarkan siswanya. Di sana siswa dapat belajar sesuai dengan kemampuannya. Bagi siswa yang mempunyai intelegensi di atas rata-rata tentu ia akan dapat menyelesaikan pembelajaran dengan cepat, sehingga tidak menutup kemungkinan untuk menyelesaikan studi dalam waktu kurang dari 3 tahun. Berbeda dengan kelas akselerasi, akselerasi hanya membangun tingkat pengetahuan, tidak sampai ke aplikasinya. Sistem moduler membelajarkan siswa hingga pada aplikasinya.
8. Kebutuhan menyederhanakan materi yang kompleks dapat dilakukan dengan menggunakan suatu model.
penggunaan media dan metode pembelajaran secara tepat, penggunaan model-model pembelajaran
Dahulu, pembelajaran menggunakan verbalistis, menjelaskan sebuah konsep secara verbal/lisan Kemudian, seiiring berjalannya waktu dan perkembangan teknologi, muncul gerakan pembelajaran dengan audio dan visualisasi. Di sinilah media mulai marak digunakan dalam pembelajaran. Hingga saat ini muncul berbagai macam media pembelajaran mulai dari yang tradisional hingga modern yang berorientasi pada komputer (komputerisasi). Meskipun demikan, penggunaan media sederhana tidaklah seharusnya kita tinggalkan, karena media tersebut mempunyai karakteristik yang tidak dimiliki oleh media modern. Setiap media pembelajaran mempunyai karakteristik tersendiri berdasarkan tujuan-tujuan pembelajaran tertentu. Sebagai contoh, media audio mungkin cocok/tepat untuk mata pelajaran Bahasa, namun kurang tepat digunakan untuk mata pelajaran Matematika. Selain itu, penggunaan media juga harus disesuaikan dengan kemampuan SDM (guru) dalam mengoperasikan media tersebut. Jadi, dapat dikatakan bahwa media yang baik digunakan dalam pembelajaran adalah media yang ada dan dapat diperasikan oleh guru.
9. Keterampilan tingkat tinggi pada dasarnya terbentuk dari keterampilan yang sederhana
Tujuan pembelajaran dianalisis agar belajar menjadi sistematis
Pada prinsipnya, penbelajaran harus dilakukan dari yang mudah hingga sulit, dari yang konkret hingga abstrak, dari yang sederhana hingga kompleks, dan lain sebagainya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keterampilan tingkat tinggi pada dasarnya terbentuk dari keterampilan yang sederhana. Prinsip pembelajaran ini menuntut guru untuk menguasai desain instruksional.
Prinsip ini dapat diterapkan dengan melakukan analisis kurikulum dan analisis isi pelajaran oleh guru sehingga dapat diketahui bagaimana hubungan antar topik dan subtopik (struktur pembelajarannya), apakah berbentuk kelompok, prosedural, hirarki atau campuran. Dengan mengetahui struktur pembelajarannya, maka guru akan mengetahui topik mana yang harus disampaikan terlebih dahulu. Apabila tujuan pembelajaran tersebut disusun secara sistematis, maka tentu tidak ada kesulitan belajar bagi siswa. Siswa akan mempunyai pengalaman belajar secara bertahap hingga pada pengetahuan/keterampilan tingkat tinggi.
10. Belajar lebih cepat bila siswa memperoleh umpan balik siswa cara meningkatkannya.
Dalam merencanakan sebuah pembelajaran, salah satu hal yang tidak kalah penting selain metode dan media yang digunakan adalah pemberian umpan balik yang dilakukan oleh guru kepada siswa. Pemberian umpan balik ini bertujuan agar siswa dapat mengukur kemampuannya dalam mencapai tujuan belajar. Belajar akan lebih cepat bila siswa memperoleh umpan balik dan cara meningkatkannya.
Implikasi dari prinsip pembelajaran ini yaitu bahwa kemajuan siswa harus diinformasikan secara teratur. Sebagai contoh, guru mengadakan tes formatif berupa kuis di setiap akhir pembahasan dari suatu topik tertentu, dan umpan balik diberikan setelah siswa mengikuti kuis tersebut. Contoh lain, pemberian rapor bayangan pada pertengahan semester. Dengan memberikan informasi kemajuan siswa secara teratur, siswa mampu mengukur kemampuannya sehingga dapat memotivasi untuk meningkatkan kemampuannya dan guru pun dapat mengambil keputusan dari hasil tes formatif yang diperoleh untuk memperbaiki metode yang digunakannya.
11. Perkembangan dan kecepatan siswa dalam belajar sangat bervariasi
Perlu adanya strategi pembelajaran yang efektif, perlu penyediaan materi yang dirancang secara individual, memberi kesempatan kepada peserta maju sesuai kemampuannya
Dalam merancang sebuah pembelajaran, guru harus memandang bahwa setiap siswa merupakan individu yang berbeda (individual differences). Namun sayangnya, hingga saat ini kebanyakan guru masih memandang siswa sebagai kelas, bukan sebagai individu yang berbeda, sehingga metode pembelajaran yang digunakan tidak mempertimbangkan siswa sebagai individu yang berbeda. Padahal, masing-masig siswa mempunyai perkembangan dan kecepatan belajar yang bervariasi.
Untuk mengatasi hal tersebut, maka perlu ada strategi pembelajaran yang efektif serta penyediaan materi yang dirancang secara individual sehingga memberikan kesempatan kepada peserta melangkah sesuai dengan kemampuan dan keceaptan belajarnya.
Sebagai contoh, sekolah dapat menerapkan strategi pembelajaran sistem SKS kepada siswa. Dengan sistem SKS, memberikan kesempatan kepada siswa belajar sesuai dengan kemampuannya. Sistem SKS memungkinkan siswa lulus kurang dari tiga tahun, atau bahkan bisa lebih dari tiga tahun, bergantung pada kemampuan dan kecepatan belajar siswa tersebut. Salah satu sekolah di Jakarta yang telah menerapkan sistem SKS yaitu SMA 78.
Guru juga perlu mempertimbangkan strategi pembelajaran yang sesuai dengan gaya belajar siswa, baik itu gaya belajar visual, auditori atau kinestetik. Selain itu, guru hendaknya dapat menciptakan strategi pembelajaran yang berbasis pada multiple intellegensi (kecerdasan jamak).
12. Dengan persiapan yang baik siswa dapat mengorganisasikan kegiatan belajarnya sendiri
Memberi kesempatan bagi siswa memilih cara, waktu, dan sumber belajar yang akan digunakannya
Salah satu keterampilan yang harus dimiliki oleh guru adalah guru harus mampu mengetahui dan mengenali karakteristik siswanya.Setelah guru mengetahui dan menganalisis karakteristik siswanya, maka hal yang perlu dilakukan kemudian adalah memilih strategi pembelajaran yang tepat dan cocok untuk peserta didiknya, mulai dari metode, media, waktu dan sumber belajar yang akan digunakan. Dalam setiap pembelajaran, hendaknya guru tidak memaksakan kehendak kepada siswanya untuk mengikuti cara, waktu, dan sumber belajar menurut kemauan guru. Oleh karena itu, dalam sebuah pembelajaran guru harus menyediakan berbagai macam strategi sehingga memberikan kesempatan bagi siswa untuk memilih cara, waktu, dan sumber belajar yang akan digunakannya.
Saat ini, fungsi guru bukan hanya sebagai “pentransfer ilmu”, tetapi juga sebagai fasilitator yang membantu membelajarkan siswanya, mulai dari persiapan hingga pencapaian tujuan belajar. Apabila siswa diberikan kesempatan untuk memilih cara, waktu, dan sumber belajar yang akan digunakannya, tentu mereka telah mempunyai persiapan belajar yang baik. Dengan persiapan yang baik, maka siswa akan dapat mengorganisasikan kegiatan belajarnya sendiri
Komentar
Posting Komentar